Sabtu, 27 Februari 2010

Pukat Harimau Resahkan Nelayan di Aceh Barat


Panglima Laot (lembaga adat laut) Provinsi Aceh, Adli Abdullah mengemukakan, pengoperasian alat tangkap ikan pukat harimau (trawl) selama ini sudah sangat meresahkan nelayan kecil di Kabupaten Aceh Barat.

"Meskipun pihak keamanan sudah melakukan tindakan, namun masih banyak nelayan yang menggunakan pukat harimau, sehingga meresahkan nelayan tradisional," katanya di Banda Aceh, Sabtu.

Sebelumnya, ribuan nelayan tradisional di Kabupaten Aceh Barat, Kamis (14/1) berunjuk rasa di DPRK setempat. Mereka mendesak pemerintah dan pihak kepolisian membasmi alat tangkap pukat harimau yang selama ini masih digunakan nelayan di daerah itu.

Adli menyatakan, kedatangan para nelayan kecil ke DPRK Aceh Barat tersebut sebagai bentuk kekecewaan mereka, karena ternyata pukat harimau masih terus beroperasi.

Untuk itu, ia berharap supaya pihak keamanan terus melakukan operasi pemberantasan pukat harimau, karena penggunaan alat tangkap ikan itu melanggar peraturan.

Sebenarnya, pukat harimau sempat menghilang setelah pihak kepolisian melakukan operasi, tapi sekarang kambuh kembali, ujarnya.

Adli menyatakan, bila menggunakan pukat harimau, semua jenis ikan bisa terjaring. Namun ikan kecil tidak diambil, melainkan dibuang ke laut.

"Itu yang dilakukan para nelayan yang menggunakan kapal `trawl`, sehingga sepanjang pantai di kawasan Aceh Barat pernah dipenuhi ikan yang membusuk," paparnya.

Masyarakat di sekitar pantai yang tidak tahan dengan bau busuk, terpaksa mengubur ikan tersebut.

Ia mengimbau kepada seluruh nelayan untuk mematuhi hukum negara dan hukum adat laot, yakni tidak menggunakan alat tangkap yang merusak lingkungan, seperti jaring "trawl". (ANTARA News) Iman.

Tidak ada komentar: