Sabtu, 17 Oktober 2009

Pupuk dan Pestisida Alami

Mengapa Pupuk Alami Diperlukan ?


Penerapan pola pertanian moderen ataupun intensif yang berorientasi pada hasil yang tinggi telah merubah budaya dan pola pikir dari masyarakat tani, dari petani tradisional yang sebelumya mandiri menjadi petani yang berketergantungan. Hal ini disebabkan oleh sistem pertanian yang intensif yang menjadikan petani harus berketergantungan kepada si pemberi sarana produksi tersebut seperti pupuk dan pestisida kimia.


Akibat yang terjadi pada lingkungan dari masalah ini yaitu: penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus dan berpengaruh terhadap kondisi tanah pertanian masyarakat, karena bahan kimia yang meresap dalam tanah tersebut dapat berfungsi untuk mematikan zat-zat renik yang berguna untuk menyuburkan tanaman. Sama-sama kita ketahui tanah hanya akan dapat subur apabila terdapat bahan-bahan organik yang cukup seperti sisa-sisa hijauan dan kotoran ternak, demikian juga penggunaan pestisida kimia yang sebenarnya merupakan racun yang dapat merusak keaneka ragaman hayati, sebab hanya sedikit pestisida yang digunakan dapat mengenai sasarannya dengan baik, hal ini terjadi karena serangga-serangga yang sebetulnya menguntungkan petani dan tanaman akhirnya mati juga dikarenakan oleh penggunaan racun-racun kimia tersebut.


Selain itu bahan–bahan kimia baik dari pupuk maupun pestisida akan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, contoh secara lagsung yaitu pestisida kimia akan mengganggu kesehatan karena terhirup oleh yang meyemprotkannya sedangkan secara tidak langsung manusia mengkonsumsi hasil pertanian yang sudah mengandung bahan kimia.


Untuk mengantisipasi hal tersebut sudah saatnya kita beralih dan mulai menoleh kembali terhadap penggunaan pupuk dan pestisida alami yang sebetulnya pada saat lalu sudah di lakukan, dimana penggunaan benih lokal dan pupuk alami sebenarya merupakan pintu masuk dan sebagai alat bagi petani untuk melawan ketergantungan petani dalam rangka melepaskan diri mereka dari ketergantungan bahan kimia selama ini.


Apa Tujuan dan Keuntungan Pertanian yang Ramah Lingkungan ?


  1. Meningkatkan produktifitas melalui daya kreatifitas dan kemampuan berpikir dan keterampilan kerja petani untuk menuju efisiensi dan efektifitas kerja yang berdampak pada hasil kerja dan kesejahteraan petani.
  2. Meningkatkan martabat petani melalui penyadaran terhadap hak-hak petani kearah penghargaan umum berdasarkan hasil kerja yang berdampak pada posisi sosialnya.
  3. Meningkatkan pemahaman da apresiasi masyarakat umum terhadap pertanian organik sebagai pertanian yang memberikan kesempatan kepada petani untuk megambil keputusan yang benar dan adil, sehingg terjalin hubungan yang harmonis, damai dan adil.
  4. Menurunkan tingkat ketergantungn petani terhadap pihak lain yang mempunyi kecenderungan mengambil keuntungn dari petani, dengan meningkatkan pengetahuan lokal dalam hal penyedian sarana produksi pertanian seperti pupuk, benih dan pestisida.(IMAN).

Selasa, 06 Oktober 2009

Pengembangan Sistem Agroforestri Aceh Barat, langkah awal pelestarian Hutan Aceh ke depan.

Pembabatan hutan di Aceh terjadi sangat fantastis selama periode tahun 2002-2004 yaitu mencapai 350.000 ha atau setara lebih dari lima kali lipat luas daratan Negara Singapura. Dari jumlah yang mengkhawatirkan itu, hampir 60% praktek deforestasi ini terjadi di kawasan konservasi dan hutan lindung, termasuk di dalamnya kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

Deforestasi ini juga terjadi di luar kawasan hutan produksi namun melalui praktek konversi hutan untuk kepentingan pembangunan di luar sektor kehutanan, misalnya pembukaan areal perkebunan dan kegiatan budidaya lainnya yang merncapai luas lebih dari 156.000 ha selama ini.. Deforestasi di luar kawasan hutan ini menyumbang sedikitnya 45% dari total pembabatan hutan yang terjadi di Nanggroe Aceh Darusslam (NAD). Deforestasi inilah yang menyebabkan terjadinya juga Degradasi hutan Aceh semakin parah yaitu hingga mencapai angka 1,87 juta ha pada tahun 2002-2005,diantaranya tersebar di 75% kawasan hutan konservasi maupun hutan lindung. Nah jika di diamkan tentu kondisi ini jelas sangat mengancam keberlanjutan proses rekonstruksi Aceh pasca tsunami.

Lebih dari 81% deforestasi ini terkonsentrasi pada 11 kabupaten di sepanjang pantai Barat-Selatan dan wilayah Aceh Bagian Tengah. Sedangkan lebih dari 83% degradasi hutan juga tersebar pada kawasan hutan di 11 kabupaten itu. Tujuh kabupaten di sepanjang pantai barat-selatan menyumbang deforestasi seluas 45,37%, sedangkan empat kabupaten di Aceh Bagian Tengah menyumbang 36,25%. Sisanya tersebar di sepanjang pantai utara, timur, dan pulau-pulau di wilayah administratif provinsi NAD.

Pada kawasan hutan produksi, sampai Desember 2003 terdapat delapan perusahaan HPH yang masih aktif dengan total pengusahaan hutan sebanyak 524.644 ha dan dua perusahaan HPH-TI yang menguasai 13.200 ha.

Pada tahun 2005, pemerintah telah mengaktifkan kembali izin lima HPH di Aceh untuk mengelola hutan seluas 367.550 ha dan ini mengundang banyak perdebatan di kalangan masyarakat. Kapasitas jatah produksi pemegang HPH menurut SK Menteri Kehutanan No. 357/ Menhut-VI/2005 sebesar 500.000 m³ per tahun, dinilai terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan lokal sebanyak 215.249 m³ kayu per tahun untuk merekonstruksi dan merehabilitasi Aceh pasca tsunami.

Dengan fakta ini sangat dibutuhkan sebuah sistem alternative untuk meningkatkan sistem perekonomian masyarakat melalui sistem pemberdayaan hutan produksi. Sistem Agroferstry ini adalah salah satu bentuk alternative dari sekian banyak alternative yang ada,dimana ini mungkin akan bisa menjawab tantangan yang ada sekarang ini tentang pelestarian hutan Aceh.

Pengembangan sistem Agroforestry sebagai alternative pendapatan ekonomi masyarakat lokal akan bisa memberikan dampak ekonomi dan bisa berdampak ke arah perubahan persepsi dan pandangan terhadap potensi kawasan hutan unntuk dieksploitasi. Akan tetapi penerapan sistem baru seperti agroforestry ini bukanlah usaha yang mudah, akan tetapi penuh dengan kajian dan pertimbangan yang mendalam. Faktor skil dan kemampuan untuk menerapkan sistem baru ini adalah faktor pasar yang harus mendukung, faktor minat dan budaya lokal terhadap komiditi yang dikembangkan juga menjadi faktor keberhasilan dari alternative usaha yang akan dicoba dan diterapkan nantinya.

Terminology

Terminology sistim agroforestry sudah menjadi sebuah istilah yang tidak asing bagi masyarakat kehutanan, namun disekitar wilayah Aceh Barat hal ini masih cukup asing, walaupun defenisi yang dipahami masyarakat tidak bersifat kontekstual adanya. Karena tipe masyarakatnya adalah masyarakat desa yang belum mengenal teknologi dan informasi disektor kehutanan, pengelolaan kebun dan juga istilah bibit unggul, istilah okulasi atau sistem pengadaan bibit secara vegetative dan lainnya.

Use of Trees in Space and Time

Komoditas karet (Hevea brasiliensis), Kelapa Sawit dan Cacao adalah tiga komoditas primadona di daerah kehutanan Aceh Barat, sehingga selama ini penggunaan lahan perkebunan hanya terfokus dengan system monokultur untuk tiga komoditas tersebut saja. Keadaan ini juga sama pada areal hutan yang dirubah fungsinya untuk lahan perkebunan, pelaksaan penerapan system agroforestry pada lahan penyangga maupun areal Gambut di wilayah Aceh Barat telah mulai dilaksanakan agar dapat mendukung penambahan pendapatan bagi masyarakat di kawasan hutan sehingga nantinya tidak lagi mereka dilihat sebagai potensi lahan yang bisa digarap saja, akan tetapi sebuah kawasan perlindungan yang harus dilestarikan untuk mendukung system kehidupan sekitarnya.

Tree Management and Domestication

Banyak diantara petani yang hanya melakukan peremajaan pada kebun karet dan coklat(Cacao sp) tuanya bila produktivitasnya sudah sangat rendah. Tidak ada system tumpang sari atau polykultur dikebun karet mereka ataoupun di Cacao. Hal ini disebabkan mereka takut kalau produktivitas kebun yang dihasilkan nantinya akan rendah, padahal dengan sistem penamana jenis karet, sawit dan Cacao yang dilakukan dengan sistem jalur yang rapi akan mungkin dapat dijadikan sebuah system campuran di dalam satu kebun petani. Sebagai contoh Tanaman karet dengan tanaman kayu yang lain seperti Pohon jelutung yang getahnya dapat dimanfaatkan untuk industri permen karet, tanaman Lidah Buaya dengan tanaman rimpang dan lain-lain.

Local Ecological Knowladge and IPR (Intelectual Property Right)

Seiring perkembangan zaman, kearifan lokal yang ada kini telah hilang dimana Pola-pola pertanian atau perkebunan sudah mengikuti pola perkembangan teknologi pertanian atau perkebunan yang intensive. Pemahaman ilmiah tentang manfaat ekologi dan ekonomi dalam Agroforestri berbasis karet masih sangat kurang. Hal ini menyebabkan adanya pemahaman bahwa sistem kebun campuran tidak menguntungkan secara ekonomi, pada hal system monokultur yang selama ini dilakukan juga sangat bergantung kepada harga komoditas yang ada, sehingga bila harga komoditas turun para petani tidak bisa mengatur penghasilan kebunnya, padahal di sisi lain kalau mau saja para petani melakukan pola perkebunan campuran maka mereka masih punya peluang penghasilan ganda dari kebunnya.

Componen Interaction

Komponen Ekonomi : Pola pengumpulan hasil kebun ada yang di panen dan dikumpulkan sendiri disamping juga ada yang memperkerjakan orang lain. Hasil kebun dikumpulkan di satu tempat dan penjualan di lakukan sebanyak dua kali dalam satu bulan yang dibeli oleh agen atau tengkulak.

Komponen Ekologi : Banyak Area kebun petani juga merupakan wilayah jelajah satwa liar dan dilindungi seperti Gajah Sumatera, Harimau Sumatera dan Orang Hutan Sumatera. Sehingga sering juga terjadi konflik antara manusia dan satwa itu. Pengembangan system Agroforestry sedapat mungkin harus juga bisa berperan dalam hal mengakomodasi aspek konflik manusia dengan jenis tanaman yang bisa menghalau jenis satwa tertentu dari areal perladangan ataupun perkebunan. Praktek seperti ini bisa dalam bentuk jalur hijau yang berfungsi sebagai penyangga fisik area budidaya dari gangguan, pengaruh jenis eksotik tumbuhan dan sebagai perluasan homerange satwa hutan.

Aspek Sosial : Sistem hubungan sosial dalam pola pertanian dan perkebun dapat diterapkan melalui pola system “paruh” yaitu seorang yang diberikan mengelola lahan kebun oleh masyarakat pemilik lahan, pada setiap penjualan hasil kebun akan dibagi dua bagian antara pemilik dan pengelola kebun. Hubungan yang terjalin antara sang pemilik lahan sekaligus pemodal dengan pihak pengelola kebun adalah hubungan saling percaya dan ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.

Input/Output Relation and Profitability Assessment

Pengelolaan kebun masyarakat sangat membutuhkan pupuk dan pengawasan serta perawatan yang intensif, sehingga membutuhkan modal yang tidak sedikit, akan tetapi dari aspek pasar masyarakat petani tidak mengalami kesulitan karena tersedia pasar lokal dimana penjualan hasil kebun seperti karet, Sawit dan Cacao dapat dijual dua kali dalam sebulan. Bila komoditas ini dicampur dengan komoditas lain tentu masih berpeluang untuk menjangkau pasar. Untuk memenuhi kebutuhan kayu lokal masyarakat masih dimungkinkan untuk membuat tanaman pagar atau bertumpang sari dengan tanaman kayu. Seperti contohnya di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Halimun masyarakat menanam pohon Sengon dan Mahoni, dalam 1 keluarga ada yang memiliki 700 batang pohon Sengon (Bismark, 2004). Agroforestry juga di Sumatera Barat telah juga dilakukan dengan membudidayakan 40 jenis pohon yang bernilai ekonomis dalam satu lokasi kebun masyarakat dan Desa. (Michon dan Deforestra, 1995).

Tree and Land Tenure and Policy Issues

Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari dapat menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan. Konflik tata batas kawasan adalah salah satu persoalan yang hingga saat ini masih belum terselesaikan secara tuntas. Dibeberapa titik perebutan hak pengelolaan dn kepemilikan atas lahan antara masyarakat dan pemerinah daam hal ini. Perambahan kawasan untuk dialih fungsikan menjadi areal kebun juga masih terjadi

SWOT of the Agroforestry Technology yang bisa diterapkan di kawasan Aceh Barat.

A. Kebut Karet Campuran (Tumpang Sari)

Strenght : Menjamin penambahan pendapatan dan peningkatan jenis produk kebun, Weakness : Hasil sadapan getah karet bisa menurun produktivitasnya,Opportunity : Jika harga karet menurun, maka jenis produk dari jenis lain di kebun campuran bisa menjadi pendukung penghasilan, Threat : Persepsi masyarakat tentang sistem Agroforestry belum dapat diterima secara luas, ada hama (babi hutan), diperlukan pasar untuk hasil penerapan system Agroforestri.

B. Budidaya Lebah Madu Karet

Strenght : Harga tinggi, potensi bunga karet besar dengan luasan kebun karet masyarakat yang sangat luas, Weakness : Pengetahuan & skills petani sangat rendah, Opportunity : Memilki nilai asar tinggi, tidak merusak pohon dan produktivitas tanaman induk, sarang lebah bisa dikelola dengan system gembala, yaitu bisa mengumpulkan jenis madu dari jenis bungan pohon yang lain bila musim bunga karet sedang tidak maksimal, Threat : Teknologi ini belum pernah diterapkan pada masyarakat, diperlukannya jaringan pasar yang kuat dan Pelatihan.

C. Kebun Cadangan Kayu ( Kebun Karet)

Strenght : Mendukung kebutuhan kayu lokal ,Weakness : Diperlukan waktu yang lama, Opportunity : Nilai kayu yang tinggi, tidak menggangu tanaman induk (karet), bibit mudah didapat, Threat : Mengurangi ruang tanam tanaman kebun yang dijadikan sumber pendapatan rutin.

Dalam menetapkan dan mengelola daerah penyangga kawasan konservasi harus didasarkan pada tiga aspek yang saling terkait, yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat, sehingga daerah penyangga memiliki nilai ekonomi yang mampu meningkatkan taraf hidup dan persepsi masyarakat dalam menjaga keutuhan kawasan konservasi. Oleh karena itu pembangunan kawasan konservasi, daerah penyangga, dan ekonomi masyarakat mempunyai hubungan timbal balik yang dapat menguntungkan.

Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah penyangga kawasan konservasi. Dengan demikian, pembangunan daerah penyangga merupakan pembangunan terpadu yang mencakup berbagai bidang berdasarkan karakteristik permasalahan dan kebutuhan obyektif dari masing-masing wilayah yang dibangun.

Sejalan dengan itu maka Pelaksaan pembangunan daerah Agroforestri di Aceh Barat haruslah menjadi perencanaan terpadu dan terkait erat dengan rencana pembangunan wilayah atau daerah lainnya sehingga setiap usaha pembangunan itu harus berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan system Agroforestri pada masyarakat yang tertinggal di sekitar hutan Rawa Gambut Aceh Barat jika dilaksanakan tentu nantinya diharapkan bermanfaat, selain untuk mencegah perluasan area hutan terdegradasi juga sebagai upaya untuk melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi silvikultur dimana sebelumnya sistem ini telah dipraktekkan oleh petani di berbagai tempat di seluruh Indonesia selama berabad-abad yang lampau.(iman)

Selasa, 29 September 2009

Tata Laksana Pemberian Pakan Kambing dan Domba

A. Pemberian Pakan.
Pemberian pakan yang terdiri dari rumput belum dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan untuk Kambing/Domba. Hal ini di sebabkan kualitas/mutu rumput yang pada umunya rendah. Oleh sebab itu kambing dan domba di beri pakan yang tersusun dari campuran rumputan, daun kacang-kacangan, sisa pertanian, dedak dan bungkil-bungkilan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan mineral dan perangsang nafsu makan maka perlu di berikan garam dapur dan air minum yang bersih dapat diberikan setiap hari.

B. Pengolahan Hijauan Sebelum di Berikan ke Ternak
• Pemberian hijauan makanan ternak dalam keadaan segar lebih disenangi oleh ternak.
• Namun untuk beberapa jenis hijauan/daun, pemberian dalam bentuk segar ada yang tidak disenangi dan terkadang mengandung racun yang mana dapat berakibat fatal yaitu kematian pada ternak.
• Oleh karenanya maka jenis hijauan seperti tersebut diatas perlu diolah/diproses agar kandungan racunnya dapat dihilangkan atau dikurangi. Misalnya daun singkong dan daun glirisida.
• Ada beberapa cara sederhana dan murah yang dapat dilakukan peternak. Cara tersebut yaitu :
- dilayukan /dibiarkan satu malam.
- dijemur dibawah sinar matahari

• Dengan cara ini diharapkan racun dan bau tersebut dapat di kurangi dan ternak lebih menyenangi.
• Setelah di proses biasanya daun tersebut disenangi dan dapat di berikan secara bebas pada ternak.
• Pemberian secara bebas akan memberikan pertumbuhan yang lebih cepat karena hijauan tersebut bernilai tinggi bentuk kandungan gizinya

C. Bahan Pakan untuk Ternak.

Zat makanan yang diperlukan oleh kambing atau Domba adalah protein dan energi. Zat makanan ini dapat di peroleh dari makanannya. Oleh karena itu pembagian bahan pakan ternak dibagi menjadi dua golongan yaitu bahan pakan sumber Energi dan sumber Protein.

Bahan Pakan Sumber Energi :
- Biji-bijian : Padi-padian, Jagung dan Shorghum
- Dedak : Dedak Padi, Jagung dan Dedak Sorghum.
- Umbi-umbian : Umbi Ketela Rambat, Ketela Pohon dan Onggok
- Hijauan : Rumput-rumputan.

Bahan Pakan Sumber Protein:
- Hijauan: Gliricida, turi, lamtoro, centrocema, kacang- kacangan & sisa pertanian
(daun kacang dan daun lamtoro)
- Biji-bijian: bungkil kedele, biji kapas, ampas tahu, ampas kecap.


D. Bahan Pakan Ternak dan Pemberiannya.

• Kambing atau Domba sebagai ternak hidup lainnya membutuhkan makanan setiap harinya.
• Makan tersebut digunakan untuk :
- Kebutuhan harian agar dapat hidup
- Untuk produksi (agar dapat menjadi besar dan gemuk dan mengahsilkan air susu yang banyak).
- Kebutuhan untuk berproduksi ( kawin, bunting beranak dan menyusui)

• Namun demikan jumlah patokan umum bahan makanan yang di perlukan adalah 10% dari berat bandannya.
• Sebagai contoh ternak dengan berat badan 25 Kg membutuhkan hijauan seberat 2,5 Kg adalah :

10/100 X 25 Kg = 2,5 Kg.

• Bila di perhitungan dengan jumlah hijauan yang tidak dimakan maka jumlah yang harus di sediakan harus lebih besar dari 2,5 Kg.
• Sisa hijauan yang biasa di makan, karena hijauan yang di berikan sudah tua, tidak disenangi adalah sekitar 50 % dari pemberian.
• Oleh sebab itu pemberian hijauan harus dua kali yaitu :

2 X 2,5 Kg = 5 Kg/ekor/hari.

Jika anda menginginkan informasi yang lebih mengenai tata laksana pemberikan pakan ternak Kambing dan Domba “Binatani Mix Farming Centre” akan membantu anda (Iman)

Senin, 24 Agustus 2009

Bibit Cacao RCL Okulasi Unggul


Silahkan pesan segera
Produk terbatas, hanya tinggal 1200 polybag lagi

Jenis cacao : RCL Okulasi
Harga : Rp.7500/polybag



Rabu, 05 Agustus 2009

Negeri Pasir Karam pun - Jadi Kota Meulaboh.

Riwayat Negeri Meulaboh

Penghasil Merica dan Karet


Meulaboh dulu dikenal sebagai Negeri Pasir Karam. Kedatangan orang Minangkabau yang lari dari negerinya membuat perkebunan di daerah itu maju. Ungkapan “Disikolah kito berlaboh” disebut-sebut sebagai asal mula nama Meulaboh.

Menurut H M Zainuddin dalam buku Tarikh Aceh dan Nusantara (1961) asal mula Meulaboh adalah Negeri Pasir Karam. Negeri itu dibangun dibangun pada masa Sultan Saidil Mukamil (1588-1604). Pada masa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636) negeri itu ditambah pembangunannya.

Di negeri itu dibuka perkebunan merica, tapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk mengambil muatan kemenyan dan kapur barus. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Djamalul Alam, Negeri Pasir Karam kembali ditambah pembangunannya dengan pembukaan kebun lada.

Untuk mengolah kebun-kebun itu didatangkan orang-orang dari Pidie dan Aceh Besar disusul kemudian dengan kedatangan orang-orang Minangkabau yang lari dari negerinya akibat pecahnya perang Padri (1805-1836). Sampai di Teluk Pasir Karam pendatang dari Minangkabau itu sepakat untuk berlabuh “Disikolah kito berlaboh,” kata mereka. Semenjak itulah Negeri Pasir Karam dikenal dengan nama Meulaboh dari asal kata berlaboh.

Pendatang dari Minangkabau itu kemudian hidup berbaur dengan masyarakat setempat. Diantara mereka malah ada yang menjadi pemimpin diantaranya: Datuk Machadum Sakti dari Rawa, Datuk Raja Agam dari Luhak Agam. Datuk Raja Alam Song Song Buluh dari Sumpu.

Mereka menebas hutan mendirikan pemukiman yang menjadi tiga daerah, Datuk Machdum Sakti membuka negeri di Merbau, Datuk Raja Agam di Ranto Panyang dan Datuk Raja Alam Song Song Buluh di Ujong Kala yang menikah dengan anak salah seorang yang berpengaruh di sana.

Sama dengan masyarakat setempat, ketiga Dtuk tersebut juga memerintahkan warganya untuk membuka lading, sehingga kehidupan mereka jadi makmur. Ketiga Datuk itu pun kemudian sepakat untuk menghadap raja Aceh, Sultan Mahmud Syah yan dikenal dengan sebutan Sultan Buyung (1830-1839) untuk memperkenalkan diri.

Ketika menghadap Sultan masing-masing Datuk membawakan satu botol mas urai sebagai buah tangan. Mereka meminta kepada raja Aceh agar memberikan batas-batas negeri mereka. Permintaan itu dikabulkan, Raja Alam Song Song Buluh kemudian diangkat menjadi Uleebalang Meulaboh dengan ketentuan wajib mengantar upeti tiap tahun kepada bendahara kerajaan.

Para Datuk itu pun setiap tahun mengantar upeti untuk Sultan Aceh, tapi lama kelamaan mereka merasa keberatan untuk menyetor langsung ke kerajaan, karena itu mereka meminta kepada Sultan Aceh yang baru Sultan Ali Iskandar Syah (1829-1841) untuk menempatkan satu wakil sultan di Meulaboh sebagai penerima upeti. Permintaan ketiga Datuk itu dikabulkan oleh Sulthan, dikirimlah ke sama Teuku Tjiek Purba Lela. Wazir Sultan Aceh untuk pemerintahan dan menerima upeti-upeti dari Uleebalang Meulaboh.

Para Datuk itu merasa sangat senang dengan kedatangan utusan Sultan yang ditempatkan sebagai wakilnya di Meulaboh itu. Mereka pun kemudian kembali meminta pada Sultan Aceh untuk mengirim satu wakil sultan yang khusus mengurus masalah perkara adat dan pelanggaran dalam negeri. Permintaan itu juga dikabulkan, Sultan Aceh mengirim kesana Penghulu Sidik Lila Digahara yang menyidik segala hal yang berkaitan dengan pelanggaran undang-undang negeri.

Permintaan itu terus berlanjut. Kepada Sultan Aceh para Datuk itu meminta agar dikirimkan seorang ulama untuk mengatur persoalan nikah, pasahah dan hokum Syariat. Maka dikirimlah ke sana oleh Sultan Aceh Teungku Tjut Din, seorang ulama yang bergelar Almuktasimu-binlah untuk menjadi kadhi Sultan Aceh di Meulaboh.

Meulaboh bertambah maju ketika Kerajaan Aceh dipimpin Sultan Ibrahim Mansjur Sjah (1841-1870) karena semakin banyaknya orang-orang dari Minangkabau yang pindah ke sana, karena Minangkabau saat itu sudah dikuasai Belanda. Di sana mereka tidak lagi bebas berkebun setelah Belanda menerapkan peraturan oktrooi dan cultuurstelsel yang mewajibkan warga menjual hasil kebunnya kepada Belanda.

Di Meulaboh para pendatang dari Minangkabau itu membuka perkebunan lada yang kemudian membuat daerah itu disinggahi kapal-kapak Inggris untuk membeli rempah-rempah. Karena semakin maju maka dibentuklah federasi Uleebalang yang megatur tata pemerintahan negeri. Federasi itu kemudian dinamai Kaway XVI yang diketuai oleh Uleebalang Keudruen Tjiek Ujong Kala.

Disebut Kaway XVI karena fedrasi itu dibentuk oleh enam belas Uleebalang, yaitu Uleebalang Tanjong, Ujong Kala, Seunagan, Teuripa, Woyla, Peureumbeu, Gunoeng Meuh, Kuala Meureuboe, Ranto Panyang, Reudeub, Lango Tangkadeuen, Keuntjo, Gume/Mugo, Tadu, serta Seuneu’am.

Selain federasi Kaway XVI, di perbatasan Aceh Barat dan Pidie juga terbentuk federasi XII yang terdiri dari 12 Uleebalang yaitu: Pameu, Ara, Lang Jeue, Reungeuet, Geupho, Reuhat, Tungkup/Dulok, Tanoh Mirah/Tutut, Geumpang, Tangse, Beunga, serta Keumala. Federasi XII ini dikepalai oleh seorang Kejruen yang berkedudukan di Geumpang.(HM Yousri Nur Raja Agam)

“Pemasaran dan Manajemen Produksi Pada Sektor Pertanian” di NAD.

Nanggroe Aceh Darussalam sekarang termasuk dalam daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sejalan dengan ini, maka kebutuhan pangan di Nanggroe Aceh Darussalam sudah tentu ikut meningkat pula. Kebutuhan pangan Aceh yang sangat tinggi itu tidak dibarengi dengan produksi hasil pertanian yang memadai sehingga banyak kebutuhan pangan harus didatangkan dari luar daerah. Bahkan kini posisinya sudah sangat tinggi ketergantungannya pada produksi khususnya pertanian dari luar daerah. Hal ini berarti bahwa pasar hasil tanaman pangan dan hortikultura di Aceh masih sangat tinggi. Dan oleh karena itu berarti pula bahwa pemasaran produk tanaman pangan dan hortikultura di Nanggroe Aceh Darussalam tidak mengalami banyak masalah yang berarti namun produk dari luar yang sangat sering merusak harga-harga produk yang dihasilkan oleh petani Nanggroe Aceh Darussalam

Pemasaran hasil kawasan tanaman pangan dan hortikultura dapat di lakukan melalui pasar umum, Pasar Induk, Pasar Swalayan dan Pasar Khusus. “Pasar umum merupakan pasar yang menyediakan semua keperluan hidup seperti sandang, papangan dan papan, dalam bentuk eceran dan skala besar . Pasar induk merupakan pusat penempungan komoditi tertentu dalam berbagai jenis, dan biasanya di jual dalam skala tertentu pula. Pasar Swalayan merupakan pasar yang menyediakan berbagai kebutuhan dengan cara membeli, memilih dan mengambil sendiri barang-barang atau komoditi yang di kehendaki dalam bentuk eceran. Sedangkan pasar khusus merupakan pasar yang menyerap komoditas tertentu atau beragam dalam partai cukup besar secara kontinyu dengan kualitas tertentu. Termasuk dalam kategori pasar khusus ini adalah rumah sakit, hotel, industri, usaha catering, restaurant dan rumah makan”.

Adapun jalur pemsarannya atau distribusinya, untuk pasar dalam negeri berbeda dengan pasar luar negeri (eksport). Pola pemasaran dalam negeri bisa mengikuti jalur pendek, Jalur panjang dan Jalur pengolahan. Pada jalur pendek, hasil kawasan di jual langsung oleh petani produsen kepada pengecer lalu ke konsumen. Pada jalur panjang, dari petani produsen tidak langsung di jual kepada pengecer tetapi melalui pengumpul dan pedagang besar terlebih dahulu, baru ke pengecer (supermarket) dan konsumen. Sementara pada jalur pemgolahan, petani produsen mnjualnya ke pabrik pengolahan. Dari pabrik pengolahan lalu di jual ke pengecer (supermarket) lalu ke konsumen.

Sedangkan jalur pemasaran hasil kawasan tanaman pangan dan hortikultura keluar negeri (eksport), petanbi produsen menyetorkan komoditasnya ke pedagang pengumpul, lalu di kirim ke pedagang besar yang bertindak sebagai eksportir. Disini dilakukan pengawasan kualitas yang ketat oleh eksportir yang memiliki surat ijin usaha perdagangan (SIUP). Prosedur pengirimannya di atur dalam Keputusan Menteri Perdagangan No.331/KP/XII/87 dan surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, menteri keuangan dan Gubernur Bank Indonesia No.657/kpb/IV/85.

Sementara itu untuk meningkatkan harga jual atau meningkatkan omset penjualan dan keuntungan petani, penjualan produk tanaman pangan dan hortikultura bisa dilakukan setelah mengolahnya terlebih dahulu, misalnya menjadi 115 bahan makanan dalam kaleng atau kemsan yang menarik. Banyak cara yang bisa di lakukan untuk bisa memberikan nilai tambah pada produk-produk tanaman pangan dan nhortikultura agar bisa mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi, khususnya untuk menggalakkan eksport.

Sehubungan dengan strategi pemasaran hasil produk tanaman pangan dan hortikultura di masa mendatang, Pambudy dkk (2001), mengajukan beberapa kebijakan yang perlu dilaksanakan yaitu :

  1. Meningkatkan promosi eksport dengan mempelajari kondisi Negara yang di tuju dan Negara pesaing.
  2. Menggalakkan pengembangan teknologi tepat guna.
  3. Membangun infrastruktur yang memadai yang menghubungkan pusat-pusat kawasan produksi dengan pasarny.
  4. meningkatkan efisiensi pemasaran dan melakukan diversifikasi pasar luar negeri.
  5. Mengembangkan industri yang resource based Technology
  6. Menciptakan produk olahan yang memiliki nilai tambah yang tinggi
  7. Mengurangi peranan BULOG sebagai pembeli tunggal.

Adapun mengenai promosi, untuk permgelolaan tanaman pangan dan hortikultura bisa dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan pasar-pasar tradisional dan pasar swalayn. Dalam sitem KUB, kerjasama ini dilakukan oleh pihak penjamin pasar yang biasanya di pegang oleh investor Saprodi. Kegiatan promosi ini sangat memerlukan gerak cepat, khususnya untuk produk hortikultura, karena sifat produk yang tidak tahan lama. Lain lagi promosi untuk Kawasan Tanaman Pangan Hortikultura dengan Pola pengembangan yang dilakukan dengan melibatkan pariwsata (Agrowisata). Dalam hal ini kegiatan promosi bisa dilakukan melalui media masa, baik cetak maupun elektronik atau melalui spanduk selebaran maupun presentasi dalam sebuah seminar dan Diskusi kelompok.(iman).

Pembibitan Kelapa Sawit Rakyat (Eleusis Guineansis Jacq.)

I. Gambaran Umum.

Ekologi Kelapa Sawit atau daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada 15 °LU-15 °LS dengan ketinggian pertanaman kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0-500 m dpl yang menghendaki curah hujan sebesar 2.000-2.500 mm/tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29-30 °C. Intensitas penyinaran matahari sekitar 5-7 jam/hari.

Kelembapan optimum yang ideal sekitar 80-90 %. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Nilai pH yang optimum adalah 5,0–5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Kondisi topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o.

Perbanyakan kelapa sawit dilakukan dengan cara generatif dan saat ini sudah dilakukan kultur jaringan untuk memperbanyak kelapa sawit. Pada pembiakan dengan kultur jaringan digunakan bahan pembiakan berupa sel akar (metode Inggris) dan sel daun (metode Perancis). Metode ini mampu memperbanyak bibit tanaman secara besarbesaran dengan tingkat produksi tinggi dan pertumbuhan tanaman seragam.

II. Persyaratan Benih

Benih untuk bibit kelapa sawit disediakan oleh Marihat Research Station dan Balai Penelitian Perkebunan Medan. Benih dengan kualitas sangat baik ini berasal dari induk Delidura dan bapak Pisifera.

Pengecambahan Benih (Cara Balai Penelitian Perkebunan Medan)

a) Tangkai tandan buah dilepaskan dari spikeletnya.

b) Tandan buah diperam selama tiga hari dan sekali-kali disiram air. Pisahkan buah dari tandannya dan peram lagi selama 3 hari.

c) Masukkan buah ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari biji. Cuci biji dengan air dan masukkan ke dalam larutan Dithane M-45 0,2% selama 3 menit. Keringanginkan dan seleksi untuk memberoleh biji yang berukuran seragam.

d) Semua benih disimpan di dalam ruangan bersuhu 22 derajat C dan kelembaban 60-70% sebelum dikecambahkan.

Pengecambahan Benih (Cara Alue Jerjak).

a) Rendam biji dalam air selama 6-7 hari dan ganti air tiap hari, lalu rendam dalam Dithane M-45 0,2% selama 2 menit. Biji dikeringanginkan.

b) Masukkan biji ke dalam kaleng pengecambahan dan tempatkan dalam ruangan dengan temperatur 39 derajat C dan kelembaban 60-70% selama 60 hari. Setiap 7 hari benih dikeringanginkan selama 3 menit.

c) Setelah 60 hari rendam benih dalam air sampai kadar air 20-30% dan keringanginkan lagi. Masukkan biji ke larutan Dithane M-45 0,2% 1-2 menit. Simpan benih di ruangan 27 derajat C. Setelah 10 hari benih berkecambah. Biji yang berkecambah pada hari ke 30 tidak digunakan lagi.

III. Pembibitan.

Terdapat dua teknik pembibitan yaitu: (a) cara langsung tanpa dederan dan (b) cara tak langsung dengan 2 tahap (double stages system), yaitu melalui dederan/pembibitan awal (prenursery) selama 3 bulan dan pembibitan utama(nursery)selama 9 bulan.

Lahan pembibitan dibersihkan, diratakan dan dilengkapi dengan instalasi penyiraman. Jarak tanam biji di pembibitan adalah 50x50, 55x55, 60x60, 65x65, 70x70, 75x75, 80x80, 85x85, 90x90 atau 100x100 dalam bentuk segitiga sama sisi. Jadi, kebutuhan bibit per hektar antara 25.000-12.500.

IV. Metode pembibitan.

(a). Cara langsung yaitu: Kecambah langsung ditanam di dalam polibag ukuran besar seperti pada cara pembibitan. Cara ini menghemat tenaga dan biaya. Dan (b). Cara tak langsung.

1. Dederan

Tujuan pembibitan awal adalah untuk memperoleh bibit kelapa sawit yang merata pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Umumnya pembibitan awal dilakukan dengan cara pembibitan kantong plastik. Kegiatan pemeliharaan di pembibitan awal meliputi pemeliharaan jalan dan saluran air, penyiraman, penyiangan, pemupukan, penjarangan naungan, pengendalian hama dan penyakit serta seleksi bibit. Kecambah dimasukkan ke dalam polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan ke pembibitan.

2. Pembibitan

Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40 x 50 atau 45 x 60 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah di dalam polibag sampai lembab. Polibag disusun di atas lahan yang telah diratakan dan diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak seperti disebutkan di atas.

V. Kegiatan pemeliharaan bibit di pembibitan utama meliputi:

1. Penyiraman.

Kegiatan penyiraman di pembibitan utama dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah air yang diperlukan sekitar 9–18 liter per minggu untuk setiap bibit.

X. Penyerbukan Buatan.

Bunga jantan dan betina pada tanaman kelapa sawit letaknya terpisah dan masaknya tidak bersamaan sehingga penyerbukan alami kurang intensif. Faktor lain yang menyebabkan perlunya penyerbukan buatan adalah karena jumlah bunga jantan kurang, kelembaban yang tinggi atau musim hujan yang panjang. Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dilakukan penyerbukan buatan oleh manusia atau oleh serangga. Penyerbukan buatan dilakukan setelah kegiatan kastrasi dihentikan.

a) Penyerbukan oleh Manusia.

Dilakukan saat tanaman berumur 2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir.

b)Cara penyerbukan: (1). Bak seludang bunga. (2). Campurkan serbuk sari dengan talk murni (1:2). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah dipersiapkan di laboratorium.(3). Semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan menggunakan baby duster/puffer.

c) Penyerbukan oleh Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS), Serangga penyerbuk Elaeidobius camerunicus yang tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas pada saat bunga betina sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti meningkat sampai 30%. Kekurangan cara ini buah sulit rontok, tandan buah harus dibelah dua dalam pemrosesan.

X. Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma bertujuan menghindarkan tanaman kelapa sawit dari persaingan dengan gulma dalam hal pemanfaatan unsur hara, air dan cahaya. Kegiatan pengendalian gulma juga bertujuan untuk mempermudah kegiatan panen. Contoh gulma yang dominan di areal pertanaman kelapa sawit adalah Imperata cylindrica, Mikania micrantha, Cyperus rotundus, Otochloa nodosa, Melostoma malabatricum, Lantana camara, Gleichenia linearis dan sebagainya. Pengendalian gulma terdiri dari penyiangan di piringan (circle weeding), penyiangan gulma yang tumbuh diantara tanaman LCC, membabat atau membongkar gulma berkayu dan kegiatan buru lalang (wiping).

XI. Penunasan atau Pemangkasan Daun.

Penunasan merupakan kegiatan pemotongan pelepah daun tua atau tidak produktif. Penunasan bertujuan untuk mempermudah kegiatan panen, pengamatan buah matang, penyerbukan alami, pemasukan cahaya dan sirkulasi angin, mencegah brondolan buah tersangkut di pelepah, sanitasi dan menyalurkan zat hara ke bagian lain yang lebih produktif.

Terdapat tiga jenis pemangkasan daun, yaitu:

a) Pemangkasan pasir.

Membuat daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.

b) Pemangkasan produksi.

Memotong daun-daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) sebagai persiapan panen pada waktu tanaman berumur 20-28 bulan.

c) Pemangkasan pemeliharaan.

Membuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai. Sistem yang umum digunakan adalah sistem songgo dua, dimana jumlah pelepah daun yang disisakan hanya dua pelepah dari tandan buah yang paling bawah. Rotasi penunasan pada TM adalah sembilan bulan sekali.(iman).

Rabu, 01 Juli 2009

KEBIJAKAN DALAM USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT PETANI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Pemulihan ekonomi khususnya di bidang pertanian untuk daerah Nanggroe Aceh Darussalam pasca tsunami sampai sekarang muncul sebagai masalah yang harus diselesaikan secara bertahap dan berkelanjutan. Persoalan dalam jangka pendek adalah bagaimana mengembalikan penghidupan (livelihood) masyarakat khususnya para petani yang masih bertani secara tradisional menjadi lebih modern, dari pola pertanian subsistem ke pola pertanian yang berbasis Agribisnis. Pemulihan penghidupan ini terus akan mendapat perhatian hingga keadaan masyarakat khususnya petani mencapai tingkat pendapatan yang layak.


Kualitas manusia Aceh khususnya dan manusia indonesia umumnya di masa depan bukan hanya ditentukan oleh pendidikan yang diperoleh melalui institusi formal mulai dari SD, SLTP sampai SMA, maupun sampai kejenjang Universitas tetapi yang lebih penting adalah pembinaan dan motivasi secara kontinue sehingga menghasilkan kemandirian dan pendapatan (outcomes) yang lebih terukur. Hal ini membuktikan bahwa penanganan secara memadai dalam pembinaan harus dilakukan secara sistematis dan praktis melalui penerapan dan pembuktian langsung yang mempunyai nilai jual dipasar baik domestik maupun internasional. hal ini sangat menentukan keberhasilan mereka (petani) di lapangan dan mempengaruhi produktivitas kerja (skill) serta meningkatnya perekonomian secara tidak langsung. Hal ini merupakan peran pemerintah dalam menciptakan nilai-nilai yang strategis di bidang pertanian dan sekaligus merupakan langkah antisipatif menuju era keterbukaan dan globalisasi, yang menuntut tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas (petani yang bersemangat) dan tangguh khususnya di sektor pertanian.

Sektor Pertanian Pasca Konflik dan Tsunami

Persoalan yang mendasar dan bernuansa masa depan tidak sekedar mengembalikan kehidupan ekonomi yang normal, melainkan persoalan bagaimana menumbuhkembangkan ekonomi di bidang pertanian (Agriculture Growth) pasca tsunami dan mengubah struktur ekonomi dan pekerjaan khususnya di bidang pertanian menjadi lebih potensi dan produktif karena kedua hal inilah inti dari pembangunan masyarakat pertanian yang berkualitas dan bernilai jual. Di sini pemerintah harus benar-benar peka terhadap kondisi daerah yang mempunyai potensi pertani sehingga langkah-langkah antisipatif untuk mengupayakan perkembangan di sektor pertanian dapat terwujud.

Dampak terparah akibat gempa dan tsunami di Provinsi Nanggoe Aceh Darussalam salah satunya di alami oleh masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sistim pertanian yang tangguh pada masyarakat (petani) saat ini. Peningkatan sistim ekonomi tersebut harus menjadi cermin dalam wilayah-wilayah pertanian yang strategis. Minimnya informasi dan keahlian yang diperoleh petani saat ini menjadi salah satu penghambat tingkat kemajuan hasil-hasil pertanian yang bermutu serta rendahnya daya saing pasar dengan komoditi impor, sehingga peningkatan sektor pertanian tidak hanya terbatas pada program pengadaan agroinput saja melainkan diperlukan program pemasyarakatan yang berorientasi pada pembinaan yang didukung pendampingan (share informasi) dan pelatihan serta penerapan tekhnologi bagi petani secara berkelanjutan pada daerah-daerah yang mempunyai keunggulan komoditi pertanian. Bila dilihat dari permasalahan tersebut maka yang menjadi objek pemulihan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab petani saja melainkan juga pemerintah dan pengusaha-pengusaha pertanian.

Setelah kegiatan pemulihan rehabilitasi dan rekontruksi selesai, sebagian besar areal pertanian yang telah direncanakan masih terdapat beberapa kendala. Beberapa kendala yang masih dialami masyarakat kita selain daripada produktivitas juga dampak dari infrastruktur jalan yang menghubungkan petani dan pasar serta hancurnya sarana irigasi yang sangat mendukung ketersediaan air untuk lahan sawah. Selain penyebab infrastruktur jalan yang tidak mendukung juga disebabkan lahan yang rusak tersebut dapat dikategorikan ke dalam rusak agak berat (banyak terdapat batang dan tunggul kayu ukuran besar, seperti pohon kelapa) sehingga dana yang dialokasikan untuk merehabilitasi sawah dan lahan pertanian lainnya tersebut belum mencukupi. Pekerjaan pembersihan itu dilakukan dengan pendekatan padat karya yang melibatkan petani setempat yang didukung dengan peralatan kecil, seperti parang, cangkul dan sekop. Karena alat yang diberikan dalam paket rehabilitasi itu sangat sederhana, sementara untuk membersihkan sawah dan lahan pertanian yang rusak memerlukan peralatan besar seperti gergaji bermesin (chain saw) dan traktor atau alat berat lainnya.

Momentum Pemulihan di Sektor Pertanian

Momentum perbaikan (rekonstruksi dan rehabilitasi) pasca tsunami mesti melahirkan paradigma baru dalam membangun Aceh Baru yang diidam-idamkan. Nanggroe Aceh Darusalam merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi pertanian yang sangat strategis, hal ini dapat dilihat di sepanjang daerah Aceh melalui keadaan geografis wilayah dan struktur tanah yang sangat mendukung. Inilah kesempatan untuk membangun kembali secara lebih baik (Build back better) salah satunya melalui pembangunan berbasis agribisnis yang kontinue. Tentu tidak ada model yang sederhana untuk melakukan itu dalam keadaan masyarakat yang mengalami bencana luar biasa seperti di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tetapi peluang tetap ada untuk menjadikan pembangunan di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya pembangunan sektor pertanian pasca bencana sebagai model pembangunan yang strategis. Standar dan prosedur yang baik dapat menjadi contoh dan menjadi pedoman serta acuan untuk dikembangkan dalam masyarakat yang khususnya petani. Rata-rata pola pertanian masyarakat kita masih rendah dalam tingkatan produktivitas hasil-hasil pertanian maupun penerapan sistim pertanian yang modern dan ramah lingkungan.

Dalam hal ini pemerintah atau lembaga-lembaga terkait dapat melakukan beberapa model yang disesuaikan dengan kondisi serta perilaku petani setempat melalui konsep yang sejalan apa yang akan di usahakan oleh masyarakat tani tersebut yang disesuaikan dengan zona komoditi unggulan di daerah tersebut.

Adapun beberapa konsep-konsep klasik yang dapat membantu petani Nanggroe Aceh Darussalam adalah :

Membantu petani dalam memberi inovasi dan menguasai informasi tentang pertanian yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat, Khususnya tentang manajemen informasi pertanian. Yaitu dimana petani yang menjadi objek harus didampingi oleh dinas-dinas pemerintah maupun lembaga swasta dengan program-program manajemen informasi pertanian atau sudah saatnya kita menggalakan kembali sistim pendampingan secara permanen untuk tiap program pertanian. Disini dalam pemenuhan input informasi tidak hanya diperoleh oleh segelintir pengusaha elit pertanian saja tetapi pemerintah (Dinas-dinas terkait) dan pelaku tehnis pertanian juga harus bisa mengusai informasi tentang status komoditi yang akan di tanam maupun di pasarkan, Karena hal ini yang menjadi dampak kepada pelaku pertanian bagaimana pentingnya informasi-informasi baik yang menyangkut masalah tehnis maupun pasar sehingga perencanaan awal yang dilakukan oleh petani tidak selalu berakhir dengan kerugian. Hal seperti ini diperlukan realisasi seperti pembinaaan kepada petani dan sekaligus merupakan langkah antisipatif menuju era keterbukaan dan globalisasi di bidang pertanian, yang menuntut tersedianya sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berkualitas khususnya di sektor pertanian.

Kita perlu menargetkan kegiatan yang berkesinambungan dengan menerapkan beberapa sistim seperti dibawah ini :

I. Menajemen pemasaran dan Teknik perencanaan partisipatif, disini pelaku pertanian harus dapat mengusai pola pertanian yang sistematis yang dimulai dari perencanaan awal penanaman sampai ke segmen pemasaran. Pelaku pertanian harus mampu mengelola hasil-hasil pertanian melalui teknik-teknik yang terencana secara sistematis dan terukur sehingga tingkat kebutuhan pasar maupun harga dapat terjangkau pelaku pertanian dan dapat meminimalkan kerusakan hasil pertanian.

II. Pengembangan kemitraan serta pengawasan yang kontinue yang dilakukan oleh pemerintah (dinas Terkait) maupun petani secara konsisten dan bertanggung jawab

III. Kewirausahaan petani & kepemimpinan organisasi dalam engelolaan keuangan/Lembaga keuangan mikro, di sini pelaku pertanian harus mampu menciptakan kondisi pertanian yang mandiri dengan melibatkan lembaga untuk mengelola keuangan petani agar terkontrol untuk perencanaan ke depan.

IV. Meningkatkan Potensi dan kualiatas sumber daya manusia (SDM) petani (Farmer Skill) dalam memanfaatkan lahan dan penerapan tekhnologi pertanian melalui program agroinput dan agroindustri yang disesuaikan dengan komoditi unggulan di dalam daerah tersebut. Disini Pemerintah harus jeli menggali potensi daerah unggulannya sehingga hasil-hasil pertanian yang menjadi komoditi unggulan benar-benar di butuhkan oleh pasar domestik. Pemetaan wilayah pertanian sudah merupakan langkah yang harus dilestarikan melalui penciptaan pasar agribisnis yang mencakup wilayah yang mempunyai komoditi unggulan sehingga wilayah-wilayah yang menjadi sektor unggulan tidak berubah fungsi menjadi sektor non unggulan.

Kualitas dan kuantitas merupakan hasil dari proses yang dijalankan sehingga di perlukan penatan kembali tingkat pengetahuan petani melalui Metodelogi Teknik budidaya pertanian yang baik dan teratur, antara lain melalui :

A. Teknik pembibitan, menciptakan dan menghasilkan bibit yang unggul,

B. Teknik pengolahan tanah, mengolah dan menjaga struktur tanah dengan baik serta pemanfaatan pengolahan melalui Alsintan secara teratur.

C. Teknik Pemupukan, penggunaan pupuk yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat waktu

D. Teknik Pengendalian OPT (organisme Pengganggu Tanaman)

E. Teknik Pemanenan dan pasca panen, menjaga hasil panen agar terhindar dari perubahan bentuk, rasa dan warna.

Metodelogi penyuluhan seperti demontrasi penggunaan AlSINTAN (Hand traktor) dan berbagi informasi tentang harga pasar mengenai agroinput pertanian seperti pupuk, bibit,benih, dan sebagainya. Dari beberapa teknik yang telah dipaparkan tersebut adalah sudah merupakan pengetahuan yang mendasar bagi seorang petani, tetapi kegiatan yang seperti ini perlu di kaji ulang bagaimana proses-proses tersebut telah dilaksanakan secara baik dan benar. Sehingga hasil yang didapat benar-benar mempengaruhi jiwa seorang petani dalam mengevaluasi hasil pertaniannya.

Dampak yang diterima oleh petani dengan menerapkan program-program yang terarah harus mencapai outcome yang diinginkan, sehingga indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut pertama Petani dapat menyusun pengeluaran dan kebutuhan agroinput secara terperinci, kedua Petani dapat mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan komoditi yang diusahakannya, ketiga Petani dapat mengetahui informasi pasar dan mampu memasarkan komoditi pertanian yang diusahakannya dengan harga yang bersaing dan terjangkau, keempat Adanya peningkatan pendapatan petani dibandingkan dengan pendapatan yang didapat sebelumnya, kelima Mengfungsikan lembaga-lembaga di pedesaan seperti Koperasi dan Lembaga keuangan Mikro untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran petani secara permanen sehingga upaya peningkatan sektor pertanian dapat terwujud.

Nah, beberapa konsep ini diperlukan kesungguhan semua pihak terutama kebijakan pemerintah dalam menjaga kebutuhan pangan dan ketersediaan sumber daya pertanian yang tangguh, sehingga kehancuran disektor pertanian selama ini mengakibatkan pemerintah dan masyarakat harus lebih banyak mendatangkan komoditi-komoditi dari luar yang akhirnya kita harus menjadikan lahan pertanian di daerah kita menjadi lapangan sepak bola, perumahan, golf dan lain-lainya hingga membuat kita semakin mengimpor kebutuhan pangan. Kita harus mampu menempatkan diri sebagai pelaku pembangunan dan juga sebagai pengontrol pelaksanaan pembangunan tersebut serta ikut berperan aktif dalam pembangunan khususnya di sektor pertanian. Yang perlu di ingat! kesempatan berperan aktif melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi maupun diversifikasi seperti ini bukan dijadikan sebagai ajang kesempatan memaparkan konsep atau teori oleh ahli pertanian maupun pemerintah sendiri, tetapi ini kembali kepada sikap pelaku pertanian itu sendiri untuk menempatkan layak atau tidakkah lahan yang selama ini cukup potensial dan produktif agar terus di usahakan atau menjadi lahan yang “ke—tidur-an” sehingga perencanaan dan pengawasan harus sejalan di terapkan sebagai dasar pembangunan di era globalisasi ini. Karena secara otomatis hasil dari peran aktif masyarakat pelaku pertanian merupakan hasil yang akan dinikmati untuk kepentingan masyarakat bersama dalam upaya peningkatan pendapatan dan paling utama dapat mengatasi permasalahan komoditi pangan yang akhir-akhir ini kita rasakan. (Iman).

Ikan Asin Blower Suak Inderapuri

“Dari Meulaboh hingga ke Abu Dhabi ”'


Bagi penggemar ikan asin di Meulaboh untuk mencicipi ikan asin Blower tentu menjadi idola, karena ikan asin yang di produksi oleh beberapa pengusaha kecil ikan asin yang juga merangkap sebagai nelayan ini sudah trend dikalangan konsumen penikmat ikan asin. Blower adalah nama lain dari Desa Suak Indrapuri yang sejak jaman dahulu daerah ini diberikan nama blower oleh pengusaha – pengusaha Eropa yang berbisnis di Aceh Barat.

Dijumpai di tempat pengusaha ikan asin di Blower ada dua tempat yang menjual produk ikan asin berkualitas ini. Seperti Pak Din misalnya yang tinggal di pinggir Pantai Merah Putih Kelurahan Suak Indrapuri, pria berkulit hitam manis ini menuturkan secarik kisah tentang profesi barunya usai musibah Tsunami yang telah meluluh lantakan semua tempat tinggalnya tiga tahun yang lalu.

Hanya dengan bermodalkan Rp.1.500.000.- hasil dari bantuan seorang pejabat BUMN kini ia telah berhasil mengembangkan usaha kecil ikan asinnya ini bersama dengan seorang anaknya dengan rasa ikan asin yang terkenal sampai keluar negeri yaitu dari Singapura hingga ke Abu Dhabi.

Diceritakan oleh Pak Din ikan asin yang sebagian besar berjenis Kakap Merah, Kakap Putih, Kakap Hitam dan Ikan Talang serta berbagai jenis ikan lainnya semuanya diolah dengan menggunakan garam dapur dan jemuran terik matahari pinggiran pantai Suak Indrapuri – Kecamatan Johan Pahlawan – Aceh Barat. Ikan asin ini menurut pengakuan Pak Din dan juga pengusaha ikan asin lainnya di Suak Indra Puri diolah tanpa menggunakan bahan kimia seperti formalin tetapi murni dengan bahan non kimia.

Tak hanya itu ikan asin ini tampak masih segar dan daging ikannya yang begitu empuk sengaja diolah guna untuk mendapatkan hasil yang berkualitas tinggi terlebih peminat yang mengkonsumsi ikan asin olahan nelayan Suak Indrapuri ini tak hanya dari konsumen lokal saja namun mulai dari negeri Singapura, sebagaian Eropah dan juga sampai ke Abu Dhabi - Uni Emirate Arab.

Menurutnya harga ikan asin yang ditawarkan nelayan Suak Indrapuri ini sungguh sangat bervariasi, misalnya harga untuk ikan asin jenis Ikan kakap, Ikan Talang dan Ikan lainnya di jual seharga Rp.50,000/Kg nya sedangkan khusus untuk jenis Ikan Kakap Hitam dijual agak lebih murah yaitu Rp.40,000/Kg nya, tentunya harga yang ditawarkan ini sedikit mengalami kenaikan harga dari tahun sebelumya ungkap Pak Din hal ini di sebabkan faktor naiknya harga ikan basah dari nelayan sebagai bahan baku pemasok ikan asin Suak Indrapuri.

Saya sangat bersyukur karena saya dan juga teman lainnya disini setiap harinya mampu menjual ikan asin ini rata-rata Rp.500.000/ harinya, meski pendapatan harian tergolong lumayan namun terkadang jika permintaan konsumen meningkat sedangkan stok ikan sebagai bahan baku tidak ada yang bisa di jual, maka kebanyakan konsumen lebih nekat membeli ikan asin yang masih basah karena tergiur dengan rasanya yang lezat.

Kecuali olahan ikan yang bersih, soal bahan baku ikan asin Suak Indrapuri ini tidaklah menjadi hambatan karena ketersedian bahan baku selain dari pantai Meulaboh juga datang bahan baku dari pantai Calang dan pantai Teunom di Aceh Barat, sehingga tak merasa heran kalau banyak pendatang ke kota Meulaboh jika balik ketempat asalnya banyak membawa oleh-oleh ikan asin Suak Indrapuri sebagai Bungong Jaro (oleh-oleh).

Agaknya niat berkembang dan maju dalam berusaha tentunya bukan modal yang utama melainkam semangat ekstra tinggi yang seharusnya menjadi pemicu sukses seseorang setelah warga Suak Indrapuri adakah warga lain yang juga meniru mereka, kita tunggu selanjutnya, Semoga.(Iman).

Jumat, 26 Juni 2009

Ikan Asin Suak Inderapuri

Ikan Asin Suak Inderapuri memang sedap dan super nikmat.
Nggak percaya, datang dan beli yach... di Blower-Ujung Karang Kelurahan Suak Inderapuri .... Meulaboh-Aceh Barat.

Pengelolaan Keuangan Keluarga

Uang seringkali menjadi penyebab terjadinya pertengkaran di dalam suatu keluarga, dimana perselisihan mengenai keuangan bisa saja terjadi disaat uang melimpah maupun disaat kekurangan. Banyak masyarakat merasa risih bila harus membicarakan masalah keuangan dalam keluarga. Oleh karena itu kita merasa perlu untuk terus menyerukan kepada semua kalangan masyarakat terutama pasangan suami istri untuk belajar saling terbuka mengenai keuangannya masing-masing. Setiap orang memiliki pandangan mengenai uang yang berbeda-beda karena suami atau istri dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Kegagalan dalam membicarakan soal uang di dalam keluarga tentu akan berpotensi pada timbulnya permasalahan pada suatu keluarga..

Banyak orang merasa bahwa membicarakan keuangan dalam keluarga adalah tabu. Namun menurut hemat kami, hal ini malah seharusnya dibicarakan. Banyak sebagian masyarakat pernah berpikir, Apakah dengan membiarkan persoalan keuangan dalam keluarga belarut-larut akan menyelesaikan segalanya? Atau bisa menjadi bola salju yang terus membesar? Persoalan kecil bisa menjadi besar bila tidak diatasi dan diselesaikan dengan bijak. Oleh karena itu dalam hal keuangan keluarga sangat dibutuhkan sebuah pola pengelolaan dimana masing-masing individu di dalam keluarga (suami dan istri) memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Dengan pembagian tanggung jawab serta diskusi yang mendalam dapat meringankan persoalan yang mungkin timbul di masa depan.

Berikut ini ada tiga tipe pengelolaan yang bisa di pilih sesuai dengan keinginan Anda bersama dengan pasangan Anda. Tentunya masih banyak lagi pola pengelolaan yang ada, namun hal yang terpenting disini adalah saling keterbukaan dalam menjalani kehidupan keluarga dengan tanggung jawab yang bersama pula

Berikut ini ada beberapa alternative system pengelolaan keuangan keluarga yaitu :

1. Uang bersama dan Sistem Amplop.

Penghasilan suami istri langsung digabung bersama. Setelah itu, gabungan kedua pendapatan langsung dialokasikan ke pos-pos pengeluaran rutin yang telah dihitung lebih dulu. Lazimnya, setiap pos diwakili oleh satu amplop. Pos-pos pengeluaran itu, pada beberapa keluarga, bukan saja kebutuhan rumah tangga makan minum, dan listrik saja, tapi juga termasuk membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, asuransi dan kebutuhan mobil (bensin, servis berkala, kerusakan, dan lain-lain). Bahkan tabungan, pengeluaran pribadi ayah-ibu dan liburan pun jadi amplop tersendiri. Bila ada sisa, dimasukkan ke dalam tabungan suami atau istri, atau khusus membuka lagi tabungan bersama di bank untuk ‘menampung’ sisa amplop setiap bulannya.

2. Membagi Berdasarkan Persentase.

Bentuk manajemen ini adalah membagi tanggung jawab dalam bentuk jumlah atau persentase Seluruh kebutuhan keluarga setiap bulan yang dihitung disini termasuk pos darurat dan pos tabungan. Masing-masing sepakat menyumbang sebesar jumlah tertentu untuk menutupi kebutuhan tersebut Sedangkan sisanya dapat digunakan sebagai tabungan pribadi untuk kebutuhan pribadi. Misalnya, istri membeli parfum, lipstik, atau baju. Bisa juga tanpa menghitung kebutuhan keluarga terlebih dahulu, suami-istri memberi kontribusi yang sama berdasarkan prosentase. Misalnya 80:20. Artinya, masing-masing “menyetor” 80 persen dari gajinya. Sisa 20 persen disimpan untuk diri sendiri. Jika bisa berhemat, dari uang bersama yang 80 persen, bisa tersisa untuk tabungan keluarga, di samping suami dan istri juga masing-masing punya tabungan pribadi.

3. Membagi Tanggung Jawab.

Misalnya, suami mengeluarkan biaya untuk urusan “berat”, seperti membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, kebutuhan mobil, dan asuransi. Sementara bagian istri adalah belanja logistik bulanan, pernak-pernik rumah, jajan, dan liburan akhir pekan dan pos tabungan. Dilihat dari jumlahnya, suami menanggung lebih banyak dana. Tapi istri juga punya peranan dalam kontribusi dana rumah tangga. Kalau ternyata istri yang memiliki pendapatan lebih besar, tentunya hal ini juga bisa dilakukan sebaliknya.

Mana yang terbaik? Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan tentunya kesepakatan antara suami dan istri. Diskusikan hal ini dengan pasangan masing-masing, agar persoalan keuangan keluarga bukan lagi menjadi masalah dalam keluarga.

Kalau istri tidak bekerja? Bagaimana?

Ketiga contoh diatas merupakan pola alokasi dari pendapatan suami dan istri. Dimana suami dan istri bekerja dan menghasilkan pendapatan secara regular setiap bulannya. Bagaimana pula bila hanya suami atau istri yang bekerja? Sedangkan pasangan yang lainnya tinggal di rumah?

Bila hal ini yang menjadi pola keuangan di keluarga tentunya akan sangat baik bila pasangan suami istri membicarakan tugas serta tanggung jawab masing-masing. Mungkin sebagai suami karena bekerja maka ia yang berusaha untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga. Sedangkan istri yang tinggal di rumah bertanggung jawab dalam hal rumah tangga, mulai dari persoalan belanja harian maupun bulanan, sampai kepada alokasi tabungan (dari pendapatan suami) yang bertujuan sebagai simpanan keuangan keluarga yang dimiliki dan dalam hal ini istri pun harus seperti manejer dalam sebuah perusahaan, karena ia harus tahu dalam membedakan kebutuhan dan keinginan dimana maksud dari pedoman ini yaitu :

Kebutuhan apabila tidak di penuhi akan berpengaruh terhadap tercapainya kesejahteraan rumah tangga ( jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan masalah dalam keluarga ).

Keinginan apabila tidak di penuhi ia tidak akan membawa pengaruh yang besar di dalam mencapai kesejahteraan rumah tangga ( jika tidak terpenuhi ia tidak akan bermasalah di dalam keluarga).

Dengan membagi tanggung jawab bersama, suami tidak lagi merasa lebih dibandingkan dengan istri, karena kedua individu ini dalam keluarga tersebut memiliki tanggung jawab masing-masing. Untuk itulah keterbukaan dan diskusi mengenai keuangan menjadi sangat dibutuhkan.

Tiga hal penting dalam mengelola keuangan bersama:

Pertama, pembagian kerja sangatlah dibutuhkan dalam hal mengatur keuangan. Contoh singkatnya membuat Neraca Keuangan Keluarga (Gbr I), siapa yang membayar semua kebutuhan sehari-hari rumah tangga. Misalkan istri yang harus membayarnya, maka suami dalam hal ini harus mentransfer dana yang cukup setiap bulannya untuk memenuhi semua kebutuhan keuangan keluarga. Bila suami/istri memutuskan untuk mendelegasikan satu orang untuk membayar semua tagihan bulanan keluarga maka hal penting yang harus diperhatikan adalah kejujuran. Dimana pihak suami/istri berdualah yang harus terbuka satu dengan yang lain berkenaan dengan permasalahan uang.

Kedua, pengeluaran yang disepakati menjadi sangat vital. Suami/istri berdua harus mencapai kata sepakat dalam merencanakan pengeluaran. Hal ini biasanya berkaitan dengan pengeluaran yang tidak tetap, misalkan keputusan untuk mengganti mobil dengan yang baru setelah beberapa tahun? Atau apa yang berdua pasangan pikirkan berkenaan dengan liburan? Sebagai kesimpulan, Suami /istri harus membicarakan dan bersepakat dalam kebutuhan yang harus dipenuhi, apa yang menjadi keinginan bersama dan apa yang dapat di penuhi bersama pula..

Hal terakhir yang menjadi sangat penting adalah menabung. Dalam hal ini visi kedepan menjadi sangat penting. Dimana dengan tujuan yang suami /istri telah disepakati sebelumnya dapat memberikan motivasi serta pemilihan strategi yang dapat membantu suami/istri mencapai tujuan masa depan yang dimiliki bersama. Dengan begitu suami /istri juga akan melihat pentingnya pengalokasian dana saat ini dan tentunya harus dimulai saat ini juga.
Demikianlah ulasan singkat seputar uang dalam kaitannya dengan hubungan suami istri di dalam keluarga. Semoga memberikan masukan dan tambahan ilmu bagi Anda.