Senin, 24 Agustus 2009

Bibit Cacao RCL Okulasi Unggul


Silahkan pesan segera
Produk terbatas, hanya tinggal 1200 polybag lagi

Jenis cacao : RCL Okulasi
Harga : Rp.7500/polybag



Rabu, 05 Agustus 2009

Negeri Pasir Karam pun - Jadi Kota Meulaboh.

Riwayat Negeri Meulaboh

Penghasil Merica dan Karet


Meulaboh dulu dikenal sebagai Negeri Pasir Karam. Kedatangan orang Minangkabau yang lari dari negerinya membuat perkebunan di daerah itu maju. Ungkapan “Disikolah kito berlaboh” disebut-sebut sebagai asal mula nama Meulaboh.

Menurut H M Zainuddin dalam buku Tarikh Aceh dan Nusantara (1961) asal mula Meulaboh adalah Negeri Pasir Karam. Negeri itu dibangun dibangun pada masa Sultan Saidil Mukamil (1588-1604). Pada masa Kerajaan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636) negeri itu ditambah pembangunannya.

Di negeri itu dibuka perkebunan merica, tapi negeri ini tidak begitu ramai karena belum dapat menandingi Negeri Singkil yang banyak disinggahi kapal dagang untuk mengambil muatan kemenyan dan kapur barus. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Djamalul Alam, Negeri Pasir Karam kembali ditambah pembangunannya dengan pembukaan kebun lada.

Untuk mengolah kebun-kebun itu didatangkan orang-orang dari Pidie dan Aceh Besar disusul kemudian dengan kedatangan orang-orang Minangkabau yang lari dari negerinya akibat pecahnya perang Padri (1805-1836). Sampai di Teluk Pasir Karam pendatang dari Minangkabau itu sepakat untuk berlabuh “Disikolah kito berlaboh,” kata mereka. Semenjak itulah Negeri Pasir Karam dikenal dengan nama Meulaboh dari asal kata berlaboh.

Pendatang dari Minangkabau itu kemudian hidup berbaur dengan masyarakat setempat. Diantara mereka malah ada yang menjadi pemimpin diantaranya: Datuk Machadum Sakti dari Rawa, Datuk Raja Agam dari Luhak Agam. Datuk Raja Alam Song Song Buluh dari Sumpu.

Mereka menebas hutan mendirikan pemukiman yang menjadi tiga daerah, Datuk Machdum Sakti membuka negeri di Merbau, Datuk Raja Agam di Ranto Panyang dan Datuk Raja Alam Song Song Buluh di Ujong Kala yang menikah dengan anak salah seorang yang berpengaruh di sana.

Sama dengan masyarakat setempat, ketiga Dtuk tersebut juga memerintahkan warganya untuk membuka lading, sehingga kehidupan mereka jadi makmur. Ketiga Datuk itu pun kemudian sepakat untuk menghadap raja Aceh, Sultan Mahmud Syah yan dikenal dengan sebutan Sultan Buyung (1830-1839) untuk memperkenalkan diri.

Ketika menghadap Sultan masing-masing Datuk membawakan satu botol mas urai sebagai buah tangan. Mereka meminta kepada raja Aceh agar memberikan batas-batas negeri mereka. Permintaan itu dikabulkan, Raja Alam Song Song Buluh kemudian diangkat menjadi Uleebalang Meulaboh dengan ketentuan wajib mengantar upeti tiap tahun kepada bendahara kerajaan.

Para Datuk itu pun setiap tahun mengantar upeti untuk Sultan Aceh, tapi lama kelamaan mereka merasa keberatan untuk menyetor langsung ke kerajaan, karena itu mereka meminta kepada Sultan Aceh yang baru Sultan Ali Iskandar Syah (1829-1841) untuk menempatkan satu wakil sultan di Meulaboh sebagai penerima upeti. Permintaan ketiga Datuk itu dikabulkan oleh Sulthan, dikirimlah ke sama Teuku Tjiek Purba Lela. Wazir Sultan Aceh untuk pemerintahan dan menerima upeti-upeti dari Uleebalang Meulaboh.

Para Datuk itu merasa sangat senang dengan kedatangan utusan Sultan yang ditempatkan sebagai wakilnya di Meulaboh itu. Mereka pun kemudian kembali meminta pada Sultan Aceh untuk mengirim satu wakil sultan yang khusus mengurus masalah perkara adat dan pelanggaran dalam negeri. Permintaan itu juga dikabulkan, Sultan Aceh mengirim kesana Penghulu Sidik Lila Digahara yang menyidik segala hal yang berkaitan dengan pelanggaran undang-undang negeri.

Permintaan itu terus berlanjut. Kepada Sultan Aceh para Datuk itu meminta agar dikirimkan seorang ulama untuk mengatur persoalan nikah, pasahah dan hokum Syariat. Maka dikirimlah ke sana oleh Sultan Aceh Teungku Tjut Din, seorang ulama yang bergelar Almuktasimu-binlah untuk menjadi kadhi Sultan Aceh di Meulaboh.

Meulaboh bertambah maju ketika Kerajaan Aceh dipimpin Sultan Ibrahim Mansjur Sjah (1841-1870) karena semakin banyaknya orang-orang dari Minangkabau yang pindah ke sana, karena Minangkabau saat itu sudah dikuasai Belanda. Di sana mereka tidak lagi bebas berkebun setelah Belanda menerapkan peraturan oktrooi dan cultuurstelsel yang mewajibkan warga menjual hasil kebunnya kepada Belanda.

Di Meulaboh para pendatang dari Minangkabau itu membuka perkebunan lada yang kemudian membuat daerah itu disinggahi kapal-kapak Inggris untuk membeli rempah-rempah. Karena semakin maju maka dibentuklah federasi Uleebalang yang megatur tata pemerintahan negeri. Federasi itu kemudian dinamai Kaway XVI yang diketuai oleh Uleebalang Keudruen Tjiek Ujong Kala.

Disebut Kaway XVI karena fedrasi itu dibentuk oleh enam belas Uleebalang, yaitu Uleebalang Tanjong, Ujong Kala, Seunagan, Teuripa, Woyla, Peureumbeu, Gunoeng Meuh, Kuala Meureuboe, Ranto Panyang, Reudeub, Lango Tangkadeuen, Keuntjo, Gume/Mugo, Tadu, serta Seuneu’am.

Selain federasi Kaway XVI, di perbatasan Aceh Barat dan Pidie juga terbentuk federasi XII yang terdiri dari 12 Uleebalang yaitu: Pameu, Ara, Lang Jeue, Reungeuet, Geupho, Reuhat, Tungkup/Dulok, Tanoh Mirah/Tutut, Geumpang, Tangse, Beunga, serta Keumala. Federasi XII ini dikepalai oleh seorang Kejruen yang berkedudukan di Geumpang.(HM Yousri Nur Raja Agam)

“Pemasaran dan Manajemen Produksi Pada Sektor Pertanian” di NAD.

Nanggroe Aceh Darussalam sekarang termasuk dalam daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Sejalan dengan ini, maka kebutuhan pangan di Nanggroe Aceh Darussalam sudah tentu ikut meningkat pula. Kebutuhan pangan Aceh yang sangat tinggi itu tidak dibarengi dengan produksi hasil pertanian yang memadai sehingga banyak kebutuhan pangan harus didatangkan dari luar daerah. Bahkan kini posisinya sudah sangat tinggi ketergantungannya pada produksi khususnya pertanian dari luar daerah. Hal ini berarti bahwa pasar hasil tanaman pangan dan hortikultura di Aceh masih sangat tinggi. Dan oleh karena itu berarti pula bahwa pemasaran produk tanaman pangan dan hortikultura di Nanggroe Aceh Darussalam tidak mengalami banyak masalah yang berarti namun produk dari luar yang sangat sering merusak harga-harga produk yang dihasilkan oleh petani Nanggroe Aceh Darussalam

Pemasaran hasil kawasan tanaman pangan dan hortikultura dapat di lakukan melalui pasar umum, Pasar Induk, Pasar Swalayan dan Pasar Khusus. “Pasar umum merupakan pasar yang menyediakan semua keperluan hidup seperti sandang, papangan dan papan, dalam bentuk eceran dan skala besar . Pasar induk merupakan pusat penempungan komoditi tertentu dalam berbagai jenis, dan biasanya di jual dalam skala tertentu pula. Pasar Swalayan merupakan pasar yang menyediakan berbagai kebutuhan dengan cara membeli, memilih dan mengambil sendiri barang-barang atau komoditi yang di kehendaki dalam bentuk eceran. Sedangkan pasar khusus merupakan pasar yang menyerap komoditas tertentu atau beragam dalam partai cukup besar secara kontinyu dengan kualitas tertentu. Termasuk dalam kategori pasar khusus ini adalah rumah sakit, hotel, industri, usaha catering, restaurant dan rumah makan”.

Adapun jalur pemsarannya atau distribusinya, untuk pasar dalam negeri berbeda dengan pasar luar negeri (eksport). Pola pemasaran dalam negeri bisa mengikuti jalur pendek, Jalur panjang dan Jalur pengolahan. Pada jalur pendek, hasil kawasan di jual langsung oleh petani produsen kepada pengecer lalu ke konsumen. Pada jalur panjang, dari petani produsen tidak langsung di jual kepada pengecer tetapi melalui pengumpul dan pedagang besar terlebih dahulu, baru ke pengecer (supermarket) dan konsumen. Sementara pada jalur pemgolahan, petani produsen mnjualnya ke pabrik pengolahan. Dari pabrik pengolahan lalu di jual ke pengecer (supermarket) lalu ke konsumen.

Sedangkan jalur pemasaran hasil kawasan tanaman pangan dan hortikultura keluar negeri (eksport), petanbi produsen menyetorkan komoditasnya ke pedagang pengumpul, lalu di kirim ke pedagang besar yang bertindak sebagai eksportir. Disini dilakukan pengawasan kualitas yang ketat oleh eksportir yang memiliki surat ijin usaha perdagangan (SIUP). Prosedur pengirimannya di atur dalam Keputusan Menteri Perdagangan No.331/KP/XII/87 dan surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, menteri keuangan dan Gubernur Bank Indonesia No.657/kpb/IV/85.

Sementara itu untuk meningkatkan harga jual atau meningkatkan omset penjualan dan keuntungan petani, penjualan produk tanaman pangan dan hortikultura bisa dilakukan setelah mengolahnya terlebih dahulu, misalnya menjadi 115 bahan makanan dalam kaleng atau kemsan yang menarik. Banyak cara yang bisa di lakukan untuk bisa memberikan nilai tambah pada produk-produk tanaman pangan dan nhortikultura agar bisa mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi, khususnya untuk menggalakkan eksport.

Sehubungan dengan strategi pemasaran hasil produk tanaman pangan dan hortikultura di masa mendatang, Pambudy dkk (2001), mengajukan beberapa kebijakan yang perlu dilaksanakan yaitu :

  1. Meningkatkan promosi eksport dengan mempelajari kondisi Negara yang di tuju dan Negara pesaing.
  2. Menggalakkan pengembangan teknologi tepat guna.
  3. Membangun infrastruktur yang memadai yang menghubungkan pusat-pusat kawasan produksi dengan pasarny.
  4. meningkatkan efisiensi pemasaran dan melakukan diversifikasi pasar luar negeri.
  5. Mengembangkan industri yang resource based Technology
  6. Menciptakan produk olahan yang memiliki nilai tambah yang tinggi
  7. Mengurangi peranan BULOG sebagai pembeli tunggal.

Adapun mengenai promosi, untuk permgelolaan tanaman pangan dan hortikultura bisa dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan pasar-pasar tradisional dan pasar swalayn. Dalam sitem KUB, kerjasama ini dilakukan oleh pihak penjamin pasar yang biasanya di pegang oleh investor Saprodi. Kegiatan promosi ini sangat memerlukan gerak cepat, khususnya untuk produk hortikultura, karena sifat produk yang tidak tahan lama. Lain lagi promosi untuk Kawasan Tanaman Pangan Hortikultura dengan Pola pengembangan yang dilakukan dengan melibatkan pariwsata (Agrowisata). Dalam hal ini kegiatan promosi bisa dilakukan melalui media masa, baik cetak maupun elektronik atau melalui spanduk selebaran maupun presentasi dalam sebuah seminar dan Diskusi kelompok.(iman).

Pembibitan Kelapa Sawit Rakyat (Eleusis Guineansis Jacq.)

I. Gambaran Umum.

Ekologi Kelapa Sawit atau daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada 15 °LU-15 °LS dengan ketinggian pertanaman kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0-500 m dpl yang menghendaki curah hujan sebesar 2.000-2.500 mm/tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29-30 °C. Intensitas penyinaran matahari sekitar 5-7 jam/hari.

Kelembapan optimum yang ideal sekitar 80-90 %. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Nilai pH yang optimum adalah 5,0–5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Kondisi topografi pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 15o.

Perbanyakan kelapa sawit dilakukan dengan cara generatif dan saat ini sudah dilakukan kultur jaringan untuk memperbanyak kelapa sawit. Pada pembiakan dengan kultur jaringan digunakan bahan pembiakan berupa sel akar (metode Inggris) dan sel daun (metode Perancis). Metode ini mampu memperbanyak bibit tanaman secara besarbesaran dengan tingkat produksi tinggi dan pertumbuhan tanaman seragam.

II. Persyaratan Benih

Benih untuk bibit kelapa sawit disediakan oleh Marihat Research Station dan Balai Penelitian Perkebunan Medan. Benih dengan kualitas sangat baik ini berasal dari induk Delidura dan bapak Pisifera.

Pengecambahan Benih (Cara Balai Penelitian Perkebunan Medan)

a) Tangkai tandan buah dilepaskan dari spikeletnya.

b) Tandan buah diperam selama tiga hari dan sekali-kali disiram air. Pisahkan buah dari tandannya dan peram lagi selama 3 hari.

c) Masukkan buah ke mesin pengaduk untuk memisahkan daging buah dari biji. Cuci biji dengan air dan masukkan ke dalam larutan Dithane M-45 0,2% selama 3 menit. Keringanginkan dan seleksi untuk memberoleh biji yang berukuran seragam.

d) Semua benih disimpan di dalam ruangan bersuhu 22 derajat C dan kelembaban 60-70% sebelum dikecambahkan.

Pengecambahan Benih (Cara Alue Jerjak).

a) Rendam biji dalam air selama 6-7 hari dan ganti air tiap hari, lalu rendam dalam Dithane M-45 0,2% selama 2 menit. Biji dikeringanginkan.

b) Masukkan biji ke dalam kaleng pengecambahan dan tempatkan dalam ruangan dengan temperatur 39 derajat C dan kelembaban 60-70% selama 60 hari. Setiap 7 hari benih dikeringanginkan selama 3 menit.

c) Setelah 60 hari rendam benih dalam air sampai kadar air 20-30% dan keringanginkan lagi. Masukkan biji ke larutan Dithane M-45 0,2% 1-2 menit. Simpan benih di ruangan 27 derajat C. Setelah 10 hari benih berkecambah. Biji yang berkecambah pada hari ke 30 tidak digunakan lagi.

III. Pembibitan.

Terdapat dua teknik pembibitan yaitu: (a) cara langsung tanpa dederan dan (b) cara tak langsung dengan 2 tahap (double stages system), yaitu melalui dederan/pembibitan awal (prenursery) selama 3 bulan dan pembibitan utama(nursery)selama 9 bulan.

Lahan pembibitan dibersihkan, diratakan dan dilengkapi dengan instalasi penyiraman. Jarak tanam biji di pembibitan adalah 50x50, 55x55, 60x60, 65x65, 70x70, 75x75, 80x80, 85x85, 90x90 atau 100x100 dalam bentuk segitiga sama sisi. Jadi, kebutuhan bibit per hektar antara 25.000-12.500.

IV. Metode pembibitan.

(a). Cara langsung yaitu: Kecambah langsung ditanam di dalam polibag ukuran besar seperti pada cara pembibitan. Cara ini menghemat tenaga dan biaya. Dan (b). Cara tak langsung.

1. Dederan

Tujuan pembibitan awal adalah untuk memperoleh bibit kelapa sawit yang merata pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Umumnya pembibitan awal dilakukan dengan cara pembibitan kantong plastik. Kegiatan pemeliharaan di pembibitan awal meliputi pemeliharaan jalan dan saluran air, penyiraman, penyiangan, pemupukan, penjarangan naungan, pengendalian hama dan penyakit serta seleksi bibit. Kecambah dimasukkan ke dalam polibag 12x23 atau 15x23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan ke pembibitan.

2. Pembibitan

Bibit dari dederan dipindahkan ke dalam polibag 40 x 50 atau 45 x 60 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah di dalam polibag sampai lembab. Polibag disusun di atas lahan yang telah diratakan dan diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan jarak seperti disebutkan di atas.

V. Kegiatan pemeliharaan bibit di pembibitan utama meliputi:

1. Penyiraman.

Kegiatan penyiraman di pembibitan utama dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Jumlah air yang diperlukan sekitar 9–18 liter per minggu untuk setiap bibit.

X. Penyerbukan Buatan.

Bunga jantan dan betina pada tanaman kelapa sawit letaknya terpisah dan masaknya tidak bersamaan sehingga penyerbukan alami kurang intensif. Faktor lain yang menyebabkan perlunya penyerbukan buatan adalah karena jumlah bunga jantan kurang, kelembaban yang tinggi atau musim hujan yang panjang. Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dilakukan penyerbukan buatan oleh manusia atau oleh serangga. Penyerbukan buatan dilakukan setelah kegiatan kastrasi dihentikan.

a) Penyerbukan oleh Manusia.

Dilakukan saat tanaman berumur 2-7 minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir.

b)Cara penyerbukan: (1). Bak seludang bunga. (2). Campurkan serbuk sari dengan talk murni (1:2). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah dipersiapkan di laboratorium.(3). Semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan menggunakan baby duster/puffer.

c) Penyerbukan oleh Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (SPKS), Serangga penyerbuk Elaeidobius camerunicus yang tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas pada saat bunga betina sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti meningkat sampai 30%. Kekurangan cara ini buah sulit rontok, tandan buah harus dibelah dua dalam pemrosesan.

X. Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma bertujuan menghindarkan tanaman kelapa sawit dari persaingan dengan gulma dalam hal pemanfaatan unsur hara, air dan cahaya. Kegiatan pengendalian gulma juga bertujuan untuk mempermudah kegiatan panen. Contoh gulma yang dominan di areal pertanaman kelapa sawit adalah Imperata cylindrica, Mikania micrantha, Cyperus rotundus, Otochloa nodosa, Melostoma malabatricum, Lantana camara, Gleichenia linearis dan sebagainya. Pengendalian gulma terdiri dari penyiangan di piringan (circle weeding), penyiangan gulma yang tumbuh diantara tanaman LCC, membabat atau membongkar gulma berkayu dan kegiatan buru lalang (wiping).

XI. Penunasan atau Pemangkasan Daun.

Penunasan merupakan kegiatan pemotongan pelepah daun tua atau tidak produktif. Penunasan bertujuan untuk mempermudah kegiatan panen, pengamatan buah matang, penyerbukan alami, pemasukan cahaya dan sirkulasi angin, mencegah brondolan buah tersangkut di pelepah, sanitasi dan menyalurkan zat hara ke bagian lain yang lebih produktif.

Terdapat tiga jenis pemangkasan daun, yaitu:

a) Pemangkasan pasir.

Membuat daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.

b) Pemangkasan produksi.

Memotong daun-daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) sebagai persiapan panen pada waktu tanaman berumur 20-28 bulan.

c) Pemangkasan pemeliharaan.

Membuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai. Sistem yang umum digunakan adalah sistem songgo dua, dimana jumlah pelepah daun yang disisakan hanya dua pelepah dari tandan buah yang paling bawah. Rotasi penunasan pada TM adalah sembilan bulan sekali.(iman).