Mengenal kehidupan serangga yang berjasa ini memang cukup mengesankan. Serangga sosial ini membuat sarang di kanopi hutan-hutan tropis sampai kebun-kebun kopi maupun cokelat. Mereka membentuk koloni yang anggotanya bisa mencapai 500.000 ekor, terdiri atas ratu yang sangat besar, anak-anak, dan para pekerja merangkap prajurit. Semuanya betina, kecuali beberapa semut jantan yang berperan kecil dalam kehidupan koloni. Semut-semut jantan itu segera pergi jika telah dewasa untuk melangsungkan wedding fight yaitu terbang untuk mengawini sang ratu, lalu mereka tidak kembali lagi ke sarangnya.
Di antara anggota koloni, yang paling giat adalah kelompok pekerja. Mereka rajin mencari makan, membangun sarang, dan gigih melindungi wilayah mereka siang dan malam hari. Sekitar setiap satu menit, salah satu pekerja memuntahkan makanan cair ke dalam mulut ratu. Mereka menyuapi ratu dengan makanan yang telah dilunakkan sehingga memungkinkan sang ratu menghasilkan ratusan telur per hari. Jika ratu telah bertelur, para pekerja akan memindahkan telur-telur itu ke tempat yang terlindung, membersihkannya, dan memberi makan larva-larva halus jika telah menetas.
Semut Rangrang dikenal pula sebagai senyum penganyam, karena cara mereka membuat sarang seperti orang membuat anyaman. Sarang mereka terbuat dari beberapa helai daun yang dilekukkan dan dikaitkan bersama-sama membentuk ruang-ruang yang rumit dan menyerupai kemah. Dedaunan itu mereka tarik ke suatu arah, lalu dihubungkan dengan benang-benang halus yang diambil dari larva mereka sendiri. Para pekerja bergerak bolak-balik dari satu daun ke daun lainnya membentuk anyaman.
Makhluk asing yang mencoba menyusup ke daerah sarang, akan mereka halau dengan sengatan asam format yang keluar dari kelenjar racun mereka. Kalau semut jenis lain sengaja membiarkan bahkan memelihara kutu daun hidup dalam wilayah kekuasaan mereka, maka semut Rangrang justru sebaliknya. Mereka berusaha mati-matian menyingkirkan serangga lain yang hidup pada pohon tempat sarang mereka berada. Oleh karena itu, jika kita membedah sarang mereka seringkali kita menemukan bangkai kumbang atau serangga lain yang lebih besar dari semut ini.
Itulah keistimewaan yang dimiliki semut Rangrang sehingga membuat mereka memegang arti penting dalam pengendalian hama secara alami. Cukup sederhana, namun tidak berisiko terhadap lingkungan seperti halnya jika kita menggunakan insektisida kimia.
Pesan Kimiawi
Semut ternyata mempunyai semacam kelenjar yang menghasilkan cairan khusus yang digunakan untuk menandai wilayah mereka. Kelenjar itu disebut kelenjar dubur. Cairan khusus yang dihasilkannya (disebut pheromone) mereka sapukan ke tanah dan hanya para anggota sarang saja yang dapat mengenali baunya. Jadi semut penganyam ini menggunakan pesan kimiawi untuk menuntut rekan satu sarang menuju daerah baru mereka.
Tentu saja jejak bau itu tidak hanya mereka tinggalkan ketika mencari daerah baru dan ketika mempertahankannya, tetapi juga digunakan saat mereka mencari makan. Jika seekor semut menemukan seonggok makanan, dia akan mengerahkan teman-temannya untuk mengangkuti makanan itu ke sarang. Kelenjar duburnya akan meninggalkan jejak bau di sepanjang jalan antara sarang dan lokasi temuan itu. Ketika berpapasan dengan temannya, semut ini memberi rangsangan dengan memukulkan antenanya seraya memuntahkan sedikit makanan yang ditemukan tadi ke mulut rekannya itu (iman)
Bertani organik: Sebuah Langkah Awal Keunggulan pertanian organik tampak apabila kita melihat keyataan tentang dampak negativ penggunaan racun pemberantas hama dan penyakit tanaman secara kimiawi. Karena sudah menjadi rumor bahwa bahan dari pembuatan pestisida kimia itu merupakan racun yang mematikan bagi manusia, hewan dan juga tanah sebagai media tanam tanaman dan manusia yang mengkonsumsi hasil pertanian tersebut.
Selasa, 26 Januari 2010
Visi dan Misi : KSM Pertanian di Aceh Barat
Pengembangan ekonomi rakyat, bagi KSM adalah suatu upaya untuk mengembangkan suatu sistim, cara dan tata kehidupan sehari –hari rakyat kecil dari tingkat menengah ke bawah didalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Sistem ini magandung norma-norma yang mampu mengatur perilaku dan pola pikir para-pelaku ekonomi baik sebagai produsen, distributor maupun sebagai konsumen barang dan jasa.
Golongan rakyat kecil dan menengah bawah pada umumnya berada di wilayah pedesaan (85% dari masyarakat desa) serta di wilayah perkotaan (dikawasan kumuh dan kampung) yang diukur dari status ekonominya (Pendapatan, pengeluaran, skala usaha, kekayaan, dan penguasan sumber daya) yang rendah atau pada tingkat menengah ke bawah. Mereka ini terdiri dari petani, pekebun, nelayan, pekerja, karyawan, prajurit, pegawai, pedagang, pengerajin, pengusaha, penjual jasa, koperasi yang memiliki skala kegiatan kecil menengah bawah tadi.
Pelaku ekonomi rakyat ini umumnya tertinggal di dalam proses pencapaian keadaan yang sejahtera, adil dan makmur. Mereka belum bebas dari kemiskinan, kesengsaraan hidup, kekurangan, ketertinggalan, walaupun arus globalisasi kehidupan dan teknologi moderen berjalan cepat dengan paradigma pertumbuhannya. Jumlah mereka sekitar 90% dari seluruh pelaku ekonomi, sisanya adalah golongan menengah keatas, besar dan konglomerat. Prilaku dan pola pikir mereka sebagian besar masih berdasarkan pada watak pembawaan asli rakyat desa, seperti kebersamaan, gotong royong, tolong menolong dan musyawarah.
Motif ekonomi dan watak kewirausahaan (Enterpreunirship) berkembang lambat karena terpengaruh oleh pembawaan tersebut yang sifatnya umum, disamping hal-hal yang sifatnya kultural tersebut, adapula yang sifatnya natural (karena keadaan sumberdaya alam yang tidak mendukung) ataupun yang sifatnya struktural (karena akibat dari system dan struktur sosio/ekonomi, politik nasional dan global yang kurang menguntungkan).
Ketertinggalan dalam pengetahuan, keterampilam keahlian, teknologi dan manajemen juga mempersulit langkah mereka untuk maju bersama.(iman).
Golongan rakyat kecil dan menengah bawah pada umumnya berada di wilayah pedesaan (85% dari masyarakat desa) serta di wilayah perkotaan (dikawasan kumuh dan kampung) yang diukur dari status ekonominya (Pendapatan, pengeluaran, skala usaha, kekayaan, dan penguasan sumber daya) yang rendah atau pada tingkat menengah ke bawah. Mereka ini terdiri dari petani, pekebun, nelayan, pekerja, karyawan, prajurit, pegawai, pedagang, pengerajin, pengusaha, penjual jasa, koperasi yang memiliki skala kegiatan kecil menengah bawah tadi.
Pelaku ekonomi rakyat ini umumnya tertinggal di dalam proses pencapaian keadaan yang sejahtera, adil dan makmur. Mereka belum bebas dari kemiskinan, kesengsaraan hidup, kekurangan, ketertinggalan, walaupun arus globalisasi kehidupan dan teknologi moderen berjalan cepat dengan paradigma pertumbuhannya. Jumlah mereka sekitar 90% dari seluruh pelaku ekonomi, sisanya adalah golongan menengah keatas, besar dan konglomerat. Prilaku dan pola pikir mereka sebagian besar masih berdasarkan pada watak pembawaan asli rakyat desa, seperti kebersamaan, gotong royong, tolong menolong dan musyawarah.
Motif ekonomi dan watak kewirausahaan (Enterpreunirship) berkembang lambat karena terpengaruh oleh pembawaan tersebut yang sifatnya umum, disamping hal-hal yang sifatnya kultural tersebut, adapula yang sifatnya natural (karena keadaan sumberdaya alam yang tidak mendukung) ataupun yang sifatnya struktural (karena akibat dari system dan struktur sosio/ekonomi, politik nasional dan global yang kurang menguntungkan).
Ketertinggalan dalam pengetahuan, keterampilam keahlian, teknologi dan manajemen juga mempersulit langkah mereka untuk maju bersama.(iman).
Langganan:
Postingan (Atom)