Pemulihan ekonomi khususnya di bidang pertanian untuk daerah Nanggroe Aceh Darussalam pasca tsunami sampai sekarang muncul sebagai masalah yang harus diselesaikan secara bertahap dan berkelanjutan. Persoalan dalam jangka pendek adalah bagaimana mengembalikan penghidupan (livelihood) masyarakat khususnya para petani yang masih bertani secara tradisional menjadi lebih modern, dari pola pertanian subsistem ke pola pertanian yang berbasis Agribisnis. Pemulihan penghidupan ini terus akan mendapat perhatian hingga keadaan masyarakat khususnya petani mencapai tingkat pendapatan yang layak.
Kualitas manusia Aceh khususnya dan manusia indonesia umumnya di masa depan bukan hanya ditentukan oleh pendidikan yang diperoleh melalui institusi formal mulai dari SD, SLTP sampai SMA, maupun sampai kejenjang Universitas tetapi yang lebih penting adalah pembinaan dan motivasi secara kontinue sehingga menghasilkan kemandirian dan pendapatan (outcomes) yang lebih terukur. Hal ini membuktikan bahwa penanganan secara memadai dalam pembinaan harus dilakukan secara sistematis dan praktis melalui penerapan dan pembuktian langsung yang mempunyai nilai jual dipasar baik domestik maupun internasional. hal ini sangat menentukan keberhasilan mereka (petani) di lapangan dan mempengaruhi produktivitas kerja (skill) serta meningkatnya perekonomian secara tidak langsung. Hal ini merupakan peran pemerintah dalam menciptakan nilai-nilai yang strategis di bidang pertanian dan sekaligus merupakan langkah antisipatif menuju era keterbukaan dan globalisasi, yang menuntut tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas (petani yang bersemangat) dan tangguh khususnya di sektor pertanian.
Sektor Pertanian Pasca Konflik dan Tsunami
Persoalan yang mendasar dan bernuansa masa depan tidak sekedar mengembalikan kehidupan ekonomi yang normal, melainkan persoalan bagaimana menumbuhkembangkan ekonomi di bidang pertanian (Agriculture Growth) pasca tsunami dan mengubah struktur ekonomi dan pekerjaan khususnya di bidang pertanian menjadi lebih potensi dan produktif karena kedua hal inilah inti dari pembangunan masyarakat pertanian yang berkualitas dan bernilai jual. Di sini pemerintah harus benar-benar peka terhadap kondisi daerah yang mempunyai potensi pertani sehingga langkah-langkah antisipatif untuk mengupayakan perkembangan di sektor pertanian dapat terwujud.
Dampak terparah akibat gempa dan tsunami di Provinsi Nanggoe Aceh Darussalam salah satunya di alami oleh masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sistim pertanian yang tangguh pada masyarakat (petani) saat ini. Peningkatan sistim ekonomi tersebut harus menjadi cermin dalam wilayah-wilayah pertanian yang strategis. Minimnya informasi dan keahlian yang diperoleh petani saat ini menjadi salah satu penghambat tingkat kemajuan hasil-hasil pertanian yang bermutu serta rendahnya daya saing pasar dengan komoditi impor, sehingga peningkatan sektor pertanian tidak hanya terbatas pada program pengadaan agroinput saja melainkan diperlukan program pemasyarakatan yang berorientasi pada pembinaan yang didukung pendampingan (share informasi) dan pelatihan serta penerapan tekhnologi bagi petani secara berkelanjutan pada daerah-daerah yang mempunyai keunggulan komoditi pertanian. Bila dilihat dari permasalahan tersebut maka yang menjadi objek pemulihan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab petani saja melainkan juga pemerintah dan pengusaha-pengusaha pertanian.
Setelah kegiatan pemulihan rehabilitasi dan rekontruksi selesai, sebagian besar areal pertanian yang telah direncanakan masih terdapat beberapa kendala. Beberapa kendala yang masih dialami masyarakat kita selain daripada produktivitas juga dampak dari infrastruktur jalan yang menghubungkan petani dan pasar serta hancurnya sarana irigasi yang sangat mendukung ketersediaan air untuk lahan sawah. Selain penyebab infrastruktur jalan yang tidak mendukung juga disebabkan lahan yang rusak tersebut dapat dikategorikan ke dalam rusak agak berat (banyak terdapat batang dan tunggul kayu ukuran besar, seperti pohon kelapa) sehingga dana yang dialokasikan untuk merehabilitasi sawah dan lahan pertanian lainnya tersebut belum mencukupi. Pekerjaan pembersihan itu dilakukan dengan pendekatan padat karya yang melibatkan petani setempat yang didukung dengan peralatan kecil, seperti parang, cangkul dan sekop. Karena alat yang diberikan dalam paket rehabilitasi itu sangat sederhana, sementara untuk membersihkan sawah dan lahan pertanian yang rusak memerlukan peralatan besar seperti gergaji bermesin (chain saw) dan traktor atau alat berat lainnya.
Momentum Pemulihan di Sektor Pertanian
Momentum perbaikan (rekonstruksi dan rehabilitasi) pasca tsunami mesti melahirkan paradigma baru dalam membangun Aceh Baru yang diidam-idamkan. Nanggroe Aceh Darusalam merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi pertanian yang sangat strategis, hal ini dapat dilihat di sepanjang daerah Aceh melalui keadaan geografis wilayah dan struktur tanah yang sangat mendukung. Inilah kesempatan untuk membangun kembali secara lebih baik (Build back better) salah satunya melalui pembangunan berbasis agribisnis yang kontinue. Tentu tidak ada model yang sederhana untuk melakukan itu dalam keadaan masyarakat yang mengalami bencana luar biasa seperti di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tetapi peluang tetap ada untuk menjadikan pembangunan di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya pembangunan sektor pertanian pasca bencana sebagai model pembangunan yang strategis. Standar dan prosedur yang baik dapat menjadi contoh dan menjadi pedoman serta acuan untuk dikembangkan dalam masyarakat yang khususnya petani. Rata-rata pola pertanian masyarakat kita masih rendah dalam tingkatan produktivitas hasil-hasil pertanian maupun penerapan sistim pertanian yang modern dan ramah lingkungan.
Dalam hal ini pemerintah atau lembaga-lembaga terkait dapat melakukan beberapa model yang disesuaikan dengan kondisi serta perilaku petani setempat melalui konsep yang sejalan apa yang akan di usahakan oleh masyarakat tani tersebut yang disesuaikan dengan zona komoditi unggulan di daerah tersebut.
Adapun beberapa konsep-konsep klasik yang dapat membantu petani Nanggroe Aceh Darussalam adalah :
Membantu petani dalam memberi inovasi dan menguasai informasi tentang pertanian yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat, Khususnya tentang manajemen informasi pertanian. Yaitu dimana petani yang menjadi objek harus didampingi oleh dinas-dinas pemerintah maupun lembaga swasta dengan program-program manajemen informasi pertanian atau sudah saatnya kita menggalakan kembali sistim pendampingan secara permanen untuk tiap program pertanian. Disini dalam pemenuhan input informasi tidak hanya diperoleh oleh segelintir pengusaha elit pertanian saja tetapi pemerintah (Dinas-dinas terkait) dan pelaku tehnis pertanian juga harus bisa mengusai informasi tentang status komoditi yang akan di tanam maupun di pasarkan, Karena hal ini yang menjadi dampak kepada pelaku pertanian bagaimana pentingnya informasi-informasi baik yang menyangkut masalah tehnis maupun pasar sehingga perencanaan awal yang dilakukan oleh petani tidak selalu berakhir dengan kerugian. Hal seperti ini diperlukan realisasi seperti pembinaaan kepada petani dan sekaligus merupakan langkah antisipatif menuju era keterbukaan dan globalisasi di bidang pertanian, yang menuntut tersedianya sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berkualitas khususnya di sektor pertanian.
Kita perlu menargetkan kegiatan yang berkesinambungan dengan menerapkan beberapa sistim seperti dibawah ini :
I. Menajemen pemasaran dan Teknik perencanaan partisipatif, disini pelaku pertanian harus dapat mengusai pola pertanian yang sistematis yang dimulai dari perencanaan awal penanaman sampai ke segmen pemasaran. Pelaku pertanian harus mampu mengelola hasil-hasil pertanian melalui teknik-teknik yang terencana secara sistematis dan terukur sehingga tingkat kebutuhan pasar maupun harga dapat terjangkau pelaku pertanian dan dapat meminimalkan kerusakan hasil pertanian.
II. Pengembangan kemitraan serta pengawasan yang kontinue yang dilakukan oleh pemerintah (dinas Terkait) maupun petani secara konsisten dan bertanggung jawab
III. Kewirausahaan petani & kepemimpinan organisasi dalam engelolaan keuangan/Lembaga keuangan mikro, di sini pelaku pertanian harus mampu menciptakan kondisi pertanian yang mandiri dengan melibatkan lembaga untuk mengelola keuangan petani agar terkontrol untuk perencanaan ke depan.
IV. Meningkatkan Potensi dan kualiatas sumber daya manusia (SDM) petani (Farmer Skill) dalam memanfaatkan lahan dan penerapan tekhnologi pertanian melalui program agroinput dan agroindustri yang disesuaikan dengan komoditi unggulan di dalam daerah tersebut. Disini Pemerintah harus jeli menggali potensi daerah unggulannya sehingga hasil-hasil pertanian yang menjadi komoditi unggulan benar-benar di butuhkan oleh pasar domestik. Pemetaan wilayah pertanian sudah merupakan langkah yang harus dilestarikan melalui penciptaan pasar agribisnis yang mencakup wilayah yang mempunyai komoditi unggulan sehingga wilayah-wilayah yang menjadi sektor unggulan tidak berubah fungsi menjadi sektor non unggulan.
Kualitas dan kuantitas merupakan hasil dari proses yang dijalankan sehingga di perlukan penatan kembali tingkat pengetahuan petani melalui Metodelogi Teknik budidaya pertanian yang baik dan teratur, antara lain melalui :
A. Teknik pembibitan, menciptakan dan menghasilkan bibit yang unggul,
B. Teknik pengolahan tanah, mengolah dan menjaga struktur tanah dengan baik serta pemanfaatan pengolahan melalui Alsintan secara teratur.
C. Teknik Pemupukan, penggunaan pupuk yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat waktu
D. Teknik Pengendalian OPT (organisme Pengganggu Tanaman)
E. Teknik Pemanenan dan pasca panen, menjaga hasil panen agar terhindar dari perubahan bentuk, rasa dan warna.
Metodelogi penyuluhan seperti demontrasi penggunaan AlSINTAN (Hand traktor) dan berbagi informasi tentang harga pasar mengenai agroinput pertanian seperti pupuk, bibit,benih, dan sebagainya. Dari beberapa teknik yang telah dipaparkan tersebut adalah sudah merupakan pengetahuan yang mendasar bagi seorang petani, tetapi kegiatan yang seperti ini perlu di kaji ulang bagaimana proses-proses tersebut telah dilaksanakan secara baik dan benar. Sehingga hasil yang didapat benar-benar mempengaruhi jiwa seorang petani dalam mengevaluasi hasil pertaniannya.
Dampak yang diterima oleh petani dengan menerapkan program-program yang terarah harus mencapai outcome yang diinginkan, sehingga indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut pertama Petani dapat menyusun pengeluaran dan kebutuhan agroinput secara terperinci, kedua Petani dapat mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan komoditi yang diusahakannya, ketiga Petani dapat mengetahui informasi pasar dan mampu memasarkan komoditi pertanian yang diusahakannya dengan harga yang bersaing dan terjangkau, keempat Adanya peningkatan pendapatan petani dibandingkan dengan pendapatan yang didapat sebelumnya, kelima Mengfungsikan lembaga-lembaga di pedesaan seperti Koperasi dan Lembaga keuangan Mikro untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran petani secara permanen sehingga upaya peningkatan sektor pertanian dapat terwujud.
Nah, beberapa konsep ini diperlukan kesungguhan semua pihak terutama kebijakan pemerintah dalam menjaga kebutuhan pangan dan ketersediaan sumber daya pertanian yang tangguh, sehingga kehancuran disektor pertanian selama ini mengakibatkan pemerintah dan masyarakat harus lebih banyak mendatangkan komoditi-komoditi dari luar yang akhirnya kita harus menjadikan lahan pertanian di daerah kita menjadi lapangan sepak bola, perumahan, golf dan lain-lainya hingga membuat kita semakin mengimpor kebutuhan pangan. Kita harus mampu menempatkan diri sebagai pelaku pembangunan dan juga sebagai pengontrol pelaksanaan pembangunan tersebut serta ikut berperan aktif dalam pembangunan khususnya di sektor pertanian. Yang perlu di ingat! kesempatan berperan aktif melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi maupun diversifikasi seperti ini bukan dijadikan sebagai ajang kesempatan memaparkan konsep atau teori oleh ahli pertanian maupun pemerintah sendiri, tetapi ini kembali kepada sikap pelaku pertanian itu sendiri untuk menempatkan layak atau tidakkah lahan yang selama ini cukup potensial dan produktif agar terus di usahakan atau menjadi lahan yang “ke—tidur-an” sehingga perencanaan dan pengawasan harus sejalan di terapkan sebagai dasar pembangunan di era globalisasi ini. Karena secara otomatis hasil dari peran aktif masyarakat pelaku pertanian merupakan hasil yang akan dinikmati untuk kepentingan masyarakat bersama dalam upaya peningkatan pendapatan dan paling utama dapat mengatasi permasalahan komoditi pangan yang akhir-akhir ini kita rasakan. (Iman).
Kualitas manusia Aceh khususnya dan manusia indonesia umumnya di masa depan bukan hanya ditentukan oleh pendidikan yang diperoleh melalui institusi formal mulai dari SD, SLTP sampai SMA, maupun sampai kejenjang Universitas tetapi yang lebih penting adalah pembinaan dan motivasi secara kontinue sehingga menghasilkan kemandirian dan pendapatan (outcomes) yang lebih terukur. Hal ini membuktikan bahwa penanganan secara memadai dalam pembinaan harus dilakukan secara sistematis dan praktis melalui penerapan dan pembuktian langsung yang mempunyai nilai jual dipasar baik domestik maupun internasional. hal ini sangat menentukan keberhasilan mereka (petani) di lapangan dan mempengaruhi produktivitas kerja (skill) serta meningkatnya perekonomian secara tidak langsung. Hal ini merupakan peran pemerintah dalam menciptakan nilai-nilai yang strategis di bidang pertanian dan sekaligus merupakan langkah antisipatif menuju era keterbukaan dan globalisasi, yang menuntut tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas (petani yang bersemangat) dan tangguh khususnya di sektor pertanian.
Sektor Pertanian Pasca Konflik dan Tsunami
Persoalan yang mendasar dan bernuansa masa depan tidak sekedar mengembalikan kehidupan ekonomi yang normal, melainkan persoalan bagaimana menumbuhkembangkan ekonomi di bidang pertanian (Agriculture Growth) pasca tsunami dan mengubah struktur ekonomi dan pekerjaan khususnya di bidang pertanian menjadi lebih potensi dan produktif karena kedua hal inilah inti dari pembangunan masyarakat pertanian yang berkualitas dan bernilai jual. Di sini pemerintah harus benar-benar peka terhadap kondisi daerah yang mempunyai potensi pertani sehingga langkah-langkah antisipatif untuk mengupayakan perkembangan di sektor pertanian dapat terwujud.
Dampak terparah akibat gempa dan tsunami di Provinsi Nanggoe Aceh Darussalam salah satunya di alami oleh masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sistim pertanian yang tangguh pada masyarakat (petani) saat ini. Peningkatan sistim ekonomi tersebut harus menjadi cermin dalam wilayah-wilayah pertanian yang strategis. Minimnya informasi dan keahlian yang diperoleh petani saat ini menjadi salah satu penghambat tingkat kemajuan hasil-hasil pertanian yang bermutu serta rendahnya daya saing pasar dengan komoditi impor, sehingga peningkatan sektor pertanian tidak hanya terbatas pada program pengadaan agroinput saja melainkan diperlukan program pemasyarakatan yang berorientasi pada pembinaan yang didukung pendampingan (share informasi) dan pelatihan serta penerapan tekhnologi bagi petani secara berkelanjutan pada daerah-daerah yang mempunyai keunggulan komoditi pertanian. Bila dilihat dari permasalahan tersebut maka yang menjadi objek pemulihan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab petani saja melainkan juga pemerintah dan pengusaha-pengusaha pertanian.
Setelah kegiatan pemulihan rehabilitasi dan rekontruksi selesai, sebagian besar areal pertanian yang telah direncanakan masih terdapat beberapa kendala. Beberapa kendala yang masih dialami masyarakat kita selain daripada produktivitas juga dampak dari infrastruktur jalan yang menghubungkan petani dan pasar serta hancurnya sarana irigasi yang sangat mendukung ketersediaan air untuk lahan sawah. Selain penyebab infrastruktur jalan yang tidak mendukung juga disebabkan lahan yang rusak tersebut dapat dikategorikan ke dalam rusak agak berat (banyak terdapat batang dan tunggul kayu ukuran besar, seperti pohon kelapa) sehingga dana yang dialokasikan untuk merehabilitasi sawah dan lahan pertanian lainnya tersebut belum mencukupi. Pekerjaan pembersihan itu dilakukan dengan pendekatan padat karya yang melibatkan petani setempat yang didukung dengan peralatan kecil, seperti parang, cangkul dan sekop. Karena alat yang diberikan dalam paket rehabilitasi itu sangat sederhana, sementara untuk membersihkan sawah dan lahan pertanian yang rusak memerlukan peralatan besar seperti gergaji bermesin (chain saw) dan traktor atau alat berat lainnya.
Momentum Pemulihan di Sektor Pertanian
Momentum perbaikan (rekonstruksi dan rehabilitasi) pasca tsunami mesti melahirkan paradigma baru dalam membangun Aceh Baru yang diidam-idamkan. Nanggroe Aceh Darusalam merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi pertanian yang sangat strategis, hal ini dapat dilihat di sepanjang daerah Aceh melalui keadaan geografis wilayah dan struktur tanah yang sangat mendukung. Inilah kesempatan untuk membangun kembali secara lebih baik (Build back better) salah satunya melalui pembangunan berbasis agribisnis yang kontinue. Tentu tidak ada model yang sederhana untuk melakukan itu dalam keadaan masyarakat yang mengalami bencana luar biasa seperti di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tetapi peluang tetap ada untuk menjadikan pembangunan di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya pembangunan sektor pertanian pasca bencana sebagai model pembangunan yang strategis. Standar dan prosedur yang baik dapat menjadi contoh dan menjadi pedoman serta acuan untuk dikembangkan dalam masyarakat yang khususnya petani. Rata-rata pola pertanian masyarakat kita masih rendah dalam tingkatan produktivitas hasil-hasil pertanian maupun penerapan sistim pertanian yang modern dan ramah lingkungan.
Dalam hal ini pemerintah atau lembaga-lembaga terkait dapat melakukan beberapa model yang disesuaikan dengan kondisi serta perilaku petani setempat melalui konsep yang sejalan apa yang akan di usahakan oleh masyarakat tani tersebut yang disesuaikan dengan zona komoditi unggulan di daerah tersebut.
Adapun beberapa konsep-konsep klasik yang dapat membantu petani Nanggroe Aceh Darussalam adalah :
Membantu petani dalam memberi inovasi dan menguasai informasi tentang pertanian yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat, Khususnya tentang manajemen informasi pertanian. Yaitu dimana petani yang menjadi objek harus didampingi oleh dinas-dinas pemerintah maupun lembaga swasta dengan program-program manajemen informasi pertanian atau sudah saatnya kita menggalakan kembali sistim pendampingan secara permanen untuk tiap program pertanian. Disini dalam pemenuhan input informasi tidak hanya diperoleh oleh segelintir pengusaha elit pertanian saja tetapi pemerintah (Dinas-dinas terkait) dan pelaku tehnis pertanian juga harus bisa mengusai informasi tentang status komoditi yang akan di tanam maupun di pasarkan, Karena hal ini yang menjadi dampak kepada pelaku pertanian bagaimana pentingnya informasi-informasi baik yang menyangkut masalah tehnis maupun pasar sehingga perencanaan awal yang dilakukan oleh petani tidak selalu berakhir dengan kerugian. Hal seperti ini diperlukan realisasi seperti pembinaaan kepada petani dan sekaligus merupakan langkah antisipatif menuju era keterbukaan dan globalisasi di bidang pertanian, yang menuntut tersedianya sumber daya manusia dan sumber daya alam yang berkualitas khususnya di sektor pertanian.
Kita perlu menargetkan kegiatan yang berkesinambungan dengan menerapkan beberapa sistim seperti dibawah ini :
I. Menajemen pemasaran dan Teknik perencanaan partisipatif, disini pelaku pertanian harus dapat mengusai pola pertanian yang sistematis yang dimulai dari perencanaan awal penanaman sampai ke segmen pemasaran. Pelaku pertanian harus mampu mengelola hasil-hasil pertanian melalui teknik-teknik yang terencana secara sistematis dan terukur sehingga tingkat kebutuhan pasar maupun harga dapat terjangkau pelaku pertanian dan dapat meminimalkan kerusakan hasil pertanian.
II. Pengembangan kemitraan serta pengawasan yang kontinue yang dilakukan oleh pemerintah (dinas Terkait) maupun petani secara konsisten dan bertanggung jawab
III. Kewirausahaan petani & kepemimpinan organisasi dalam engelolaan keuangan/Lembaga keuangan mikro, di sini pelaku pertanian harus mampu menciptakan kondisi pertanian yang mandiri dengan melibatkan lembaga untuk mengelola keuangan petani agar terkontrol untuk perencanaan ke depan.
IV. Meningkatkan Potensi dan kualiatas sumber daya manusia (SDM) petani (Farmer Skill) dalam memanfaatkan lahan dan penerapan tekhnologi pertanian melalui program agroinput dan agroindustri yang disesuaikan dengan komoditi unggulan di dalam daerah tersebut. Disini Pemerintah harus jeli menggali potensi daerah unggulannya sehingga hasil-hasil pertanian yang menjadi komoditi unggulan benar-benar di butuhkan oleh pasar domestik. Pemetaan wilayah pertanian sudah merupakan langkah yang harus dilestarikan melalui penciptaan pasar agribisnis yang mencakup wilayah yang mempunyai komoditi unggulan sehingga wilayah-wilayah yang menjadi sektor unggulan tidak berubah fungsi menjadi sektor non unggulan.
Kualitas dan kuantitas merupakan hasil dari proses yang dijalankan sehingga di perlukan penatan kembali tingkat pengetahuan petani melalui Metodelogi Teknik budidaya pertanian yang baik dan teratur, antara lain melalui :
A. Teknik pembibitan, menciptakan dan menghasilkan bibit yang unggul,
B. Teknik pengolahan tanah, mengolah dan menjaga struktur tanah dengan baik serta pemanfaatan pengolahan melalui Alsintan secara teratur.
C. Teknik Pemupukan, penggunaan pupuk yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat waktu
D. Teknik Pengendalian OPT (organisme Pengganggu Tanaman)
E. Teknik Pemanenan dan pasca panen, menjaga hasil panen agar terhindar dari perubahan bentuk, rasa dan warna.
Metodelogi penyuluhan seperti demontrasi penggunaan AlSINTAN (Hand traktor) dan berbagi informasi tentang harga pasar mengenai agroinput pertanian seperti pupuk, bibit,benih, dan sebagainya. Dari beberapa teknik yang telah dipaparkan tersebut adalah sudah merupakan pengetahuan yang mendasar bagi seorang petani, tetapi kegiatan yang seperti ini perlu di kaji ulang bagaimana proses-proses tersebut telah dilaksanakan secara baik dan benar. Sehingga hasil yang didapat benar-benar mempengaruhi jiwa seorang petani dalam mengevaluasi hasil pertaniannya.
Dampak yang diterima oleh petani dengan menerapkan program-program yang terarah harus mencapai outcome yang diinginkan, sehingga indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut pertama Petani dapat menyusun pengeluaran dan kebutuhan agroinput secara terperinci, kedua Petani dapat mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan komoditi yang diusahakannya, ketiga Petani dapat mengetahui informasi pasar dan mampu memasarkan komoditi pertanian yang diusahakannya dengan harga yang bersaing dan terjangkau, keempat Adanya peningkatan pendapatan petani dibandingkan dengan pendapatan yang didapat sebelumnya, kelima Mengfungsikan lembaga-lembaga di pedesaan seperti Koperasi dan Lembaga keuangan Mikro untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran petani secara permanen sehingga upaya peningkatan sektor pertanian dapat terwujud.
Nah, beberapa konsep ini diperlukan kesungguhan semua pihak terutama kebijakan pemerintah dalam menjaga kebutuhan pangan dan ketersediaan sumber daya pertanian yang tangguh, sehingga kehancuran disektor pertanian selama ini mengakibatkan pemerintah dan masyarakat harus lebih banyak mendatangkan komoditi-komoditi dari luar yang akhirnya kita harus menjadikan lahan pertanian di daerah kita menjadi lapangan sepak bola, perumahan, golf dan lain-lainya hingga membuat kita semakin mengimpor kebutuhan pangan. Kita harus mampu menempatkan diri sebagai pelaku pembangunan dan juga sebagai pengontrol pelaksanaan pembangunan tersebut serta ikut berperan aktif dalam pembangunan khususnya di sektor pertanian. Yang perlu di ingat! kesempatan berperan aktif melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi maupun diversifikasi seperti ini bukan dijadikan sebagai ajang kesempatan memaparkan konsep atau teori oleh ahli pertanian maupun pemerintah sendiri, tetapi ini kembali kepada sikap pelaku pertanian itu sendiri untuk menempatkan layak atau tidakkah lahan yang selama ini cukup potensial dan produktif agar terus di usahakan atau menjadi lahan yang “ke—tidur-an” sehingga perencanaan dan pengawasan harus sejalan di terapkan sebagai dasar pembangunan di era globalisasi ini. Karena secara otomatis hasil dari peran aktif masyarakat pelaku pertanian merupakan hasil yang akan dinikmati untuk kepentingan masyarakat bersama dalam upaya peningkatan pendapatan dan paling utama dapat mengatasi permasalahan komoditi pangan yang akhir-akhir ini kita rasakan. (Iman).