Diakui atau tidak, selama ini di Aceh Barat masyarakat yang tinggal di pinggiran kawasan hutan memiliki ikatan yang kuat dan saling berketergantungan yang cukup lama dengan hutan tersebut, dimana masyarakat pinggiran hutan di aceh barat memanfaatkan hutan untuk kebutuhannya sehari-hari. Hubungan masyarakat dengan hutan yang telah terjalin cukup lama ini tentunya melahirkan suatu aturan, kebijakan yang arif, dimana terjadi hubungan yang saling menguntungkan. Aturan dan kebiasaan yang dihormati oleh masyarakat dalam menyapa hutan dan lingkungannya telah melahirkan suatu pegangan dan acuan tentang bagaimana masyarakat mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam dengan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan, kebijakan yang dilakukan secara turun-temurun inilah yang sebenarnya disebut “Kearifan Lokal”.
Kearifan Lokal atau kearifan sosial yang hidup dalam masyarakat, mempunyai nilai dan kekuatan yang sangat strategis sebagai alternative tawaran konsep dalam melakukan perawatan hutan yang berkelanjutan. Namun sangat disesalkan, kenyataannya pengelolaan secara tradisional tersebut tidak diperhatikan dan di aplikasikan oleh pemerintah kabupaten Aceh Barat.
Tawaran konsep dalam proses membangun partisipasi masyarakat diperlukan beberapa langkah yang dianggap relefan untuk di aplikasikan, seperti dibawah ini :
1.Moratorium Hutan (pengistirahatkan), artinya hutan diistirahatkan terlebih dahulu, karena hutan sudah sangat letih dan gawat keadaanya untuk itu pilihan pertama yang dilakukan, jika pemerintah sekarang mau benar-benar menyikapi kondisi hutan adalah adakan Moratorium.
2.Hentikan semua penebangan hutan, penebangan kayu baik secara sah ataupun tidak, karena kenyataanya yang ada sekarang bukan lagi hutan namun sudah menjadi semak belukar.
3.Pengusahaan hutan yang lebih berorientasi pada pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Penyusunan data hutan yang kredible, pembuatan undang-undang yang mengatur hutan dan perlindungan keberadaan hutan, artinya adalah harus jelas pemetaan hutan itu sendiri, sebagai contoh, berapa luas hutan di Aceh Barat dan mana batas-batasnya pasca pemekaran wilayah masilah bermasalah, bukan berarti jika sekarang ini sudah ada orang yang tinggal disana harus dikeluarkan, sehingga kita tahu batas-batasnya melalui pemetaan yang ada sehingga dapat:
1.Melahirkan undang-undang yang menjamin hak masyarakat yang hidup didalam maupun disekitar hutan untuk mengelola sumber daya hutan, karena yang pertama merasakan dampak jika terjadi kerusakan hutan itu adalah masyarakat yang tinggal di seputaran kawasan hutan yaitu rusaknya areal kawasan pertanian mereka.
2.Pengakuan terhadap lembaga adat dan peraturan yang di bentuk masyarakat setempat sesuai dengan kearifan lokal.
3.Keikutsertaan masyarakat dalam merumuskan, melaksanakan dan mengawasi pengelolaan hutan secara alami.
Kearifan Lokal
Pengalaman masa lalu di berbagai daerah terdapat suatu aturan yang dilakukan dalam pengelolaan hutan sesuai dengan tradisi, adat-istiadat masyarakat setempat, contohnya dikawasanan hutan Aceh Barat sebagian besar masyarakat adat sangat sepesifik dengan sejarahnya yang memiliki Raja, adat, budaya memiliki wilayah, terbukti bahwa pengelolaan hutan yang dilakukan masyarakat adat selama ini sangatlah efektif menjaga keseimbangan alam dan hutan, kita mestinya optimis jika masyarakat di berikan wewenang mengelola hutan, karena nanti akan muncul dua fungsi ganda di tengah masyarakat itu diantaranya :
a.Peningkatan taraf ekonomi masyarakat dan hutan dapat menjadi suatu kesatuan dengan masyarakat setempat.
b.Pemerintah Aceh Barat tidak terlalu capek untuk membangun dan mengawasi hutan nantinya.