Bertani organik: Sebuah Langkah Awal Keunggulan pertanian organik tampak apabila kita melihat keyataan tentang dampak negativ penggunaan racun pemberantas hama dan penyakit tanaman secara kimiawi. Karena sudah menjadi rumor bahwa bahan dari pembuatan pestisida kimia itu merupakan racun yang mematikan bagi manusia, hewan dan juga tanah sebagai media tanam tanaman dan manusia yang mengkonsumsi hasil pertanian tersebut.
Minggu, 20 Juni 2010
Budaya Internet Pasca Ariel-Luna
Perkembangan Internet juga telah mempengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama [[e-commerce]].
Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui [[e-government]] seperti di kabupaten Sragen yang mana ternyata berhasil memberikan peningkatan pemasukan daerah dengan memanfaatkan internet untuk transparansi pengelolaan dana masyarakat dan pemangkasan jalur birokrasi, sehingga warga di daerah terebut sangat di untungkan demikian para pegawai negeri sipil dapat pula di tingkatkan kesejahterannya karena pemasukan daerah meningkat tajam.
Jumat, 18 Juni 2010
Bea keluar kakao akan dievaluasi
“Penurunan kinerja akibat siklus permintaan”
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian terus melakukan inovasI guna meningkatkan produksi kakao nasional. Peningkatan produksi bahan baku utama coklat tersebut memegang perananan penting agar Indonesia tampil sebagai jawara produsen kakao dunia.Saat ini, Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading.
Dengan luas areal tanam 1.563.423 hektare dan produksi 795.581 ton, Indonesia berada di bawah Pantai Gading yang memiliki produktivitas mencapai 1,5 ton per hektare.
Saat ini Pemerintah akan mengevaluasi kebijakan bea keluar kakao setelah berjalan 6 bulan atau pada Oktober untuk mengetahui efektivitas dari penerapannya.
Jika pengapalan produk tersebut terus menurun dan industri pengolahan tidak berkembang, kebijakan itu akan direvisi.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan Indonesia sebagai pengekspor biji kakao terbesar kedua di dunia seharusnya memiliki posisi tawar yang kuat dalam menentukan harga komoditas itu di pasar luar negeri.
"Untuk mengevaluasi kebijakan itu butuh waktu minimal 6 bulan, kalau 3 bulan terlalu dini," ujarnya, kemarin.
Pemerintah menerapkan bea keluar biji kakao mulai April tahun ini. Sejak diterapkan, pengapalan biji kakao dikenakan bea keluar sebesar 10%.
Berdasarkan Peraturan Menteri keuangan No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, disebutkan saat harga biji kakao di pasar dunia kurang dari US$2,000 per ton, tidak akan dikenakan bea keluar.
Pada saat harga komoditas tersebut US$2.000-US$2,750 per ton, akan dikenakan BK 5% dan sebesar 10% saat harga biji kakao mencapai US$2,750 hingga US$3,500 per ton dan di atas US$3,500 per ton -dikenakan
Menurut dia, penurunan kinerja ekspor biji kakao selama April bukan disebabkan oleh kebijakan bea keluar, melainkan lebih kepada siklus permintaan komoditas tersebut.
Namun, kinerja ekspor biji kakao selama April tahun ini, kata dia, masih meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Bayu menjelaskan ada fundamental kuat dalam menerapkan kebijakan tersebut yakni di Malaysia dan Singapura memiliki kapasitas pabrik pengolahan kakao sebesar 480.000 ton per tahun.
Kedua negara itu, kata dia, mengambil biji kakao asal Indonesia. Selain itu, Singapura dan Malaysia menerapkan bea masuk biji kakao 0% dan menerapkan kakao olahan sangat tinggi.
Untuk membalas kebijakan negara tersebut, menurut Wamen-tan, maka Indonesia mengenakan bea keluar untuk mengerem pengapalan biji kakao, sehingga produk itu akan menjadi lebih mahal di luar negeri.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, volume ekspor kakao pada April turun 67,79% darisekitar 50.090 ton menjadi 16.133 ton.
Penurunan volume ini juga berdampak pada total nilai ekspor kakao dari US$148 juta menjadi US$53,6 juta, sehingga mencatat penurunan sebesar 63,79%.
Sepanjang Januari-April 2010, nilai ekspor kakao tercatat mencapai US$455 juta, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu, nilai ekspor US$338 juta.
Adapun dari segi volume, ekspor kakao sepanjang Januari-April 2010 tercatat sebesar
148.711 ton, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya 135.786 ton.
Tekanan ke petani
Sekjen Asosiasi Kakao Indonesia (Akindo) Zulhefi Sikumbang mengatakan berdasarkan hasil perjalanan ke Blangpidie, Aceh dalam rangka memberi seminar ke kelompok tani kakao dan kunjungan ke kebun petani, ternyata harga kakao di tingkat petani hanya Rpl6.000 per kg.
"Padahal, kalau tidak dikenakan bea keluar seharusnya padamarket saat ini, petani menerima harga Rp21.000 per kg," ujarnya.
Menurut dia, begitu berat tekanan yang diberikan kepada petani yang tidak berdaya menentukan harga.
Dia menuturkan dengan bea keluar secara persentase, maka industri, eksportir, dan pedagang menekan harga sampai 20%.
Hal itu terjadi, kata dia, karena ketidakpastian besaran bea kakao yang nilainya selalu berubah setiap bulan. "Kami tetap mengusulkan agar bea kakao dicabut." (sqnuUn.zuhri(3ibisnts.co.id)