Bertani organik: Sebuah Langkah Awal
Keunggulan pertanian organik tampak apabila kita melihat keyataan tentang dampak negativ penggunaan racun pemberantas hama dan penyakit tanaman secara kimiawi. Karena sudah menjadi rumor bahwa bahan dari pembuatan pestisida kimia itu merupakan racun yang mematikan bagi manusia, hewan dan juga tanah sebagai media tanam tanaman dan manusia yang mengkonsumsi hasil pertanian tersebut.
Wira Usaha adalah kemampuan untuk berdiri sendiri danmemiliki kemampuan melihat dan menangkap peuang bisnis, mengumpulkan sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungandan mengambil tindakan yang tepat dalam memastikan keberhsilan.
Ciri–Ciri Seseorang dapat dikatakan sebagai wirausaha apabila ia memiliki ciri–ciri sebagai berikut : 1. Percaya diri 2. Berorientasi pada tugas dan hasil 3. Pengambilan resiko 4. Kepemimpinan 5. Orisinalitas 6. Berorientasi pada masa depan
Watak Wirausaha Watak yang melekat pada seorang wirausaha adalah :
1.Keyakinan, kemandirian, individualitas dan optimism
2.Kebutuhan untuk berprestasi, beorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekat keras mempunyai dorongan kuat, energik dan inisiatif,
3.Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan menyukai tantangan
4.Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik
5.Inovatif dan kreatif serta fleksibel
6. Pandangan ke depan perspektif
Sifat – Sifat Yang Harus Dimiliki Wirausaha Untuk menjadi seorang wirausahawan yang sukses, diperlukan sifat – sifat sebagai berikut : 1. Terbuka pada pengalaman 2. Melihat sesuatu dengan cara pandang yang berbeda 3. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi 4. Memiliki rasa tepo seliro (toleransi yang tinggi) 5. Mampu menerima perbedaan 6. Independen dalam pertimbangan, pemikiran dan tindakan 7. Membutuhkan dan menerima otonomi 8. Percaya pada diri sendiri 9. Berani mengambil resiko 10. Tekun dan ulet
Syarat – Syarat Wirausaha Setiap wirausahawan pasti ingin sukses dalam menjalankan usahanya. Untuk itu seorang wirausahawan harus membekali dirinya dengan hal – hal sebagai berkut : 1. Memiliki sikap mental yang positif 2. Mampu berpikir kreatif 3. Rajin mencoba hal – hal yang baru ( inovatif ) 4. Memiliki motivasi dan semangat juang yang tinggi 5. Mampu berkomunikasi
Kunci keberhasilan Wira Usaha 1. Kemauan yang keras 2. Perjuangan tak kenal lelah 3. Kesediaan menghadapi segala kemungkinan 4. Selalu berproses pikir positif 5. Telaten dan ulet dalam melakukan pekerjaan 6. Informasi dan konfirmasi harus selalu mendapatkan 7. Kreatif, ulet, telaten, sabar dan pantang menyerah
Perlu diingat bahwa kegiatan wira usaha akan menunjang ekonomi keluarga / pemerintah, baik industri dan perdagangan. Pertumbuhan industri yang diikuti kemajuan perdagangan akan melahirkan kesempatan kerja baru. Lapangan kerja baru ini akan menampung tenaga kerja baru,yang pada hakekatnya mengurangi pengangguran, mengatasi ketegangan sosial, meningkatkan taraf hidup masyarakat, memajukan ekonomi bangsa dan negara, pada akhirnya menentukan pula keberhasilan pembangunan nasional.
*Berpikirlah kemarin, Berbuatlah hari ini, Berjayalah hari esok*
TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama jam, maka akan dihasilkan sebanyak ton TKKS. Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18.2 juta ton. Jumlah yang luar biasa besar. Ironis sekali, limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia.
Pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh PKS masih sangat terbatas. Sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia masih membakar TKKS dalam incinerator, meskipun cara ini sudah dilarang oleh pemerintah. Alternatif pengolahan lainya adalah dengan menimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebuna kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos.
Cara terakhir merupakan pilihan yang terbaik, namun cara ini belum banyak dilakukan oleh PKS karena adanya beberapa kendala, yaitu waktu pengomposan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut. Dengan cara konvensional, dekomposisi TKKS menjadi kompos dapat berlangsung dalam waktu 6 bulan s/d 1 tahun. Lamanya waktu ini berimplikasi pada luas lokasi, tenaga kerja, dan fasilitas yang diperlukan untuk mengomposkan TKKS tersebut.
TAHAPAN PENGOMPOSAN TKKS
Pengompoasan dilakukan dalam beberapa tahap, pertama pencacahan, inokulasi dengan activator pengomposan, inkubasi, pemanenan kompos.
Pencacahan
Pencacahan adalah salah satu tahapan penting dalam pengomposan TKKS. Pencacahan ini bertujuan untuk memperkecil ukuran TKKS dan memperluas luas permukaan area TKKS. TKKS yang baru keluar dari pabrik pengolahan langsung dimasukkan ke mesin pencacah. Kapasitas mesin pencacah disesuaikan dengan volume TKKS yang dihasilkan pabrik. Mesin cacah ini sebaiknya dapat memperkecil ukuran TKKS menjadi kurang lebih 5 cm. Mesin dirancang secara khusus yang disesuaikan dengan karakteristik TKKS yang berserat-serat. Selain memperkecil ukuran, pencacahan juga akan mengurangi kadar air TKKS. Sebagian air akan menguap karena luas permukaan TKKS yang meningkat.
Inokulasi dengan Aktivator Pengomposan
Secara alami jika TKKS dibiarkan saja akan mengalami dekomposisi. Namun, dekomposisi ini memerlukan waktu yang sangat lama, berbulan-bulan hingga satu tahun. Agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat dapat ditambahkan activator pengomposan. Aktivator ini berbahan aktif mikroba decomposer. Mikroba-mikroba ini akan berperan aktif dalam pempercepat proses pengomposan. Mikroba yang umum digunakan sebagai decomposer adalah Fungi Pelapuk Putih (FPP) dan Trichoderma sp. Mikroba-mikroba ini menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi senyawa lignoselulosa secara cepat.
Di pasaran saat ini telah beredar beberapa activator pengomposan, seperti ActiComp, OrgaDec, EM4, Biopos, dll. Setiap activator menghendaki perlakuan khusus dan spesifik yang bisa berbeda antara satu dengan yang lain. Aktivator yang dikembangkan untuk mengkomposkan TKKS dan lebih sederhana penangananya adalah ActiComp. Aktivator ini berbahan aktif FPP dan Trichoderma harzianum yang berkemampuan besar dalam mendegradasi TKKS. Dengan menggunakan ActiComp pengomposan TKKS tidak memerlukan pembalikan lagi. Aktivator ini dicampurkan secara merata mungkin ke dalam TKKS. Aktivator yang merata akan menjamin bahwa activator akan bekerja secara optimal.
Kadar air yang optimal untuk pengomposan berkisar 60%. Kadar air TKKS sebelum proses pengomposan dimulai harus diupayakan dalam kisaran tersebut. Apabila kadar air kurang, proses pengomposan tidak berjalan sempurna. Salah satu penyebabkan adalah karena mikroba kekurangan air dan kelembaban tidak optimum untuk bekerjanya mikroba. Apabila kadar air terlalu tinggi, oksigen yang ada di dalam TKKS hanya sedikit, sehingga proses pengomposan akan berlangsung dalam kondisi anaerob.
Inkubasi
TKKS yang telah diinokulasi selanjutnya ditutup dengan terpal plastic. Penutupan ini bertujuan untuk menjaga kelembaban dan suhu kompos. Terpal plastik dipilih terpal yang cukup tebal, tahan panas, dan tahan matahari.
Selama proses pengomposan suhu kompos akan meningkat dengan cepat. Suhu kompos dapat mencapai 70oC. Suhu tinggi ini akan berlangsung dalam waktu cukup lama, kurang lebih 2 – 3 minggu. Suhu yang tinggi juga menunjukkan bahwa proses dekomposisi sedang berlangsung intensif. Suhu akan menurun pada akhir proses pengomposan. Salah satu ciri kompos yang sudah matang adalah apabila suhu kompos sudah kembali seperti suhu di awal proses pengomposan.
Beberapa activator memelukan pembalikan selama proses pengomposan. Pembalikan ini bertujuan untuk menurunkan suhu kompos dan memberikan aerasi pada kompos. Pembalikan biasanya dilakukan seminggu sekali. Namun, proses pembalikan memerlukan biaya yang cukup besar, terutama untuk tenaga kerja dan alat.
Proses pengomposan akan berlangsung dalam waktu 1,5 – 3 bulan. Pengomposan TKKS dengan ActiComp berlangsung dalam waktu 1,5 bulan. Kompos yang sudah matang dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:
Terjadi perubahan warna menjadi coklat kehitaman
Suhu sudah turun dan mendekati suhu pada awal proses pengomposan
Jika diremas, TKKS mudah dihancurkan atau mudah putus serat-seratnya
Pengamatan secara kimia ditunjukkan dengan rasio C/N yang sudah turun. Rasio C/N awal TKKS berkisar antara 50 -60. Setelah proses pengomposan rasio C/N akan turun dibawah 25. Apabila rasio C/N lebih tinggi dari 25 proses pengomposan belum sempurna. Pengomposan perlu dilanjutkan kembali sehingga rasio C/N di bawah 25.
Panen Kompos
Kompos yang sudah matang segera di panen. Kompos tersebut diangkut ke lokasi pengemasan atau tempat penampungan sementara kompos, sebelum diaplikasikan ke lapang. Rendemen kompos TKKS kurang lebih sebesar 60-65%. Dari satu ton TKKS dapat dihasilkan kompos sebanyak 600 – 650 kg kompos. Kadar air kompos juga masih cukup tinggi kurang lebih 50-60%. Apabila kompos terkena air hujan, kadar air ini bisa lebih tinggi lagi.
Peningkatan Kualitas Kompos
Kompos yang sudah dipanen dapat langsung diaplikasikan ke lapang, misalnya di perkebunan sawit. Namun demikian, kompos TKKS ini masih dapat ditingkatkan kualitasnya. Kualitas kompos yang dapat ditingkatkan antara lain dengan menurunkan kadar air kompos menjadi 20 – 30%, meningkatkan kandungan hara kompos dengan menambahkan bahan-bahan organic kaya hara lain, dan menambahkan mikroba-mikroba yang bermanfaat bagi tanaman.
Kadar air merupakan permasalahan tersendiri bagi kompos. Kadar air yang tinggi menyebabkan biaya angkut yang tinggi. Misalkan kompos TKKS dengan kadar air 60%, maka dalam 1 ton kompos terkandung 0,6 m3 air (setara dengan 600 kg, bj air = 1) dan 400 kg padatan kompos. Biaya angkut kompos akan lebih besar digunakan untuk mengangkut air yang terkandung di dalam kompos tersebut. Apabila kadar air dapat diturunkan hingga 20 – 30 %, maka kadar kompos akan meningkat dua kali lipatnya.
Menurunkan kadar air kompos dilakukan dengan proses pengeringan. Cara sederhana untuk mengeringkan kompos adalah dengan menjemurnya di bawah sinar matahari. Namun cara ini banyak kelemahannya, antara lain: memerlukan tempat yang luas, waktu yang lama, kadar air yang sulit dikontrol, dan cuaca yang sulit diduga. Cara lain adalah dengan menggunakan mesin pengering kompos. Cara ini lebih mudah dan cepat, namun memerlukan tambahan energi dari luar.
Kandungan hara kompos kurang lebih sebagai berikut: 1 %N, …% P, ……%K, dan beberapa hara mikro. Kandungan ini dapat ditingkatkan antara lain dengan menambahkan bahan lain, seperti abu janjang, rock phosphate, dolomite, dll. Penambahan ini akan meningkatkan kandungan hara kompos.
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) telah mengembangkan formula khusus mikroba untuk memperkaya kompos. Formula tersebut diberi nama ActiComp Plus yang berbahan aktif: mikroba perangsang pertumbuhan tanaman, mikroba penambat N non simbiotik, mikroba pelarut P, bakteri perangsang pertumbuhan tanaman, dan agensia hayati. Mikroba-mikroba ini akan berperan aktif dalam proses penyerapan hara tanaman dan melindungi tanaman dari serangan penyakit tular tanah.(Isroi, Iman & bebagai sumber)
Lahan Gambut merupakan suatu ekosistem lahan basah yang di cirikan dengan adanya akumulasi bahan organik yang berlangsung lama, akumulasi ini terjadi karena lambatnya laju dekomposisi dibandingkan dengan laju penimbunan bahan organik yang terdapat di lantai hutan lahan basah dan tergenang.
Pada lokasi Gambut seperti di aceh barat amatlah penting apabila pembukaan lahan dilakukan dengan Metode Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, karena sejak tahun 1985 pembukaan lahan dengan cara bakar sudah dilarang oleh pemerintah melalui SK Dirjen Perkebunan No 38 tahun 1995 tentang pelarangan membakar hutan. Pembukaan lahan gambut dengan cara bakar jauh lebih berbahaya dibandingakan pembukaan lahan dengan cara bakar pada lahan biasa. Hal ini dikarenakan Gambut merupakan bahan bakar yang dapat menyimpan bara api di dalam tanah dan cenderung sulit untuk di padamkan.
Pembukaan areal gambut sangatlah tidak dianjurkan namun seperti vegetasi Aceh Barat yang sebagaian besar bergambut tentu menjadi masalah bagi petani dan masyarakat sekitar areal Gambut. Sebelum pembukaan areal gambut dilakukan sangat dianjurkan untuk mengindentifikasi lahan – lahan lain, terutama pada lahan mineral dan bergambut yang telah dibuka tapi ketebalannya kurang dari 3 meter, untuk kegiatan budidaya pertanian maupun perkebunan, karena jika pertimbangan tertentu pada pembukaan areal tidak di hiraukan maka akan terjadi kerugian yang besar pada masayarakat ataupun vegetasi gambut tersebut.
Maka untuk itu pada pelaksaan pembukaan areal Gambut dapat dilaksanakan tahapan sebagai berikut :
A.Tahap pengimasan, yaitu dengan melakukan pemotongan dan penebasan semak belukar termasuk pohon dengan berdiameter kurang dari 10 cm. Pemotongan ini dilakukan dengan parang dan kampak, dilakukan rata dengan permukaan tanah agar tidak menghalangi pengangkutan kayu.
B.Tahap Penumbangan, yaitu dengan menbang kayu yang berdiameter 10 cmdengan menggunakan mesin pemotong, penumbangan dilakukan secara sejajar agar kayu tidak salaing tumpang tindih. Tunggul disisakan antara 50-75cm tergantung dari besarnya pohon, semakain besar pohon maka semakin tinggi pohon yang disisakan tapi biasanya tidak lebih dari 75cm.
C.Tahap pemotongan kayu, yaitu dengan melakukan pemotongan kayu hingga berukuran 6 m, pada tahap ini cabang dan ranting dilepaskan dari batang utamanya.
D.Tahap pengumpulan kayu , ranting dan dedaunan disuatu tempat yang ditentukan. Pengumpulan pada areal yang luas dapat digunakan buidozer tetapi pada musim hujan jangan di gunakan karena beberapa kasus justru buldozer yang mendapat kendala karena tanah gambut cenderung tidak tahan menahan berat Buldozer, jika ini terjadi satu-satunya jalan yaitu dengan mengangkut kayu keluar lokasi untuk dijual , sedangkan ranting-rantingnya dan dedaunan di kumpul untuk diolah kompos ataupun bahan bakar yang lain.
E.Tahap pengumpulan serasah(ranting dan dedaunan) dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode yaitu :
1.Serasah dikumpulkan disuatu tempat yang paling rendah, kemudian dipotong kecil-kecil dan di timbun.
2.Serasah di potong kecil-kecil lalu ditimbun di jalur yang di buat sejajar dengan calon barisan tanaman.
3.Serasah di timbun di suatu tempat yang di kelilingi parit berair kemudian di bakar setelah kering. Proses pembakaran di lakukan pada pagi hari dan pada saat angin tidak kencang, selama proses pembakaran harus diawasi agar api tidak meluaskeluar dari tempat pembakaran, namun lebih baik agar serasah ini9 dijadikan kompos atau bokasi daripada di bakar, ayo silahkan pilih… ?.(iman dan berbagai sumber)
Jumlah pengguna Internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan [[mesin pencari]] seperti [[Google]], pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran(decentralization) / pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara ekstrim.
Perkembangan Internet juga telah mempengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet. Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama [[e-commerce]].
Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui [[e-government]] seperti di kabupaten Sragen yang mana ternyata berhasil memberikan peningkatan pemasukan daerah dengan memanfaatkan internet untuk transparansi pengelolaan dana masyarakat dan pemangkasan jalur birokrasi, sehingga warga di daerah terebut sangat di untungkan demikian para pegawai negeri sipil dapat pula di tingkatkan kesejahterannya karena pemasukan daerah meningkat tajam.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian terus melakukan inovasI guna meningkatkan produksi kakao nasional. Peningkatan produksi bahan baku utama coklat tersebut memegang perananan penting agar Indonesia tampil sebagai jawara produsen kakao dunia.Saat ini, Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading.
Dengan luas areal tanam 1.563.423 hektare dan produksi 795.581 ton, Indonesia berada di bawah Pantai Gading yang memiliki produktivitas mencapai 1,5 ton per hektare.
Saat ini Pemerintah akan mengevaluasi kebijakan bea keluar kakao setelah berjalan 6 bulan atau pada Oktober untuk mengetahui efektivitas dari penerapannya.
Jika pengapalan produk tersebut terus menurun dan industri pengolahan tidak berkembang, kebijakan itu akan direvisi.
Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan Indonesia sebagai pengekspor biji kakao terbesar kedua di dunia seharusnya memiliki posisi tawar yang kuat dalam menentukan harga komoditas itu di pasar luar negeri.
"Untuk mengevaluasi kebijakan itu butuh waktu minimal 6 bulan, kalau 3 bulan terlalu dini," ujarnya, kemarin.
Pemerintah menerapkan bea keluar biji kakao mulai April tahun ini. Sejak diterapkan, pengapalan biji kakao dikenakan bea keluar sebesar 10%.
Berdasarkan Peraturan Menteri keuangan No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, disebutkan saat harga biji kakao di pasar dunia kurang dari US$2,000 per ton, tidak akan dikenakan bea keluar.
Pada saat harga komoditas tersebut US$2.000-US$2,750 per ton, akan dikenakan BK 5% dan sebesar 10% saat harga biji kakao mencapai US$2,750 hingga US$3,500 per ton dan di atas US$3,500 per ton -dikenakan15%.
Menurut dia, penurunan kinerja ekspor biji kakao selama April bukan disebabkan oleh kebijakan bea keluar, melainkan lebih kepada siklus permintaan komoditas tersebut.
Namun, kinerja ekspor biji kakao selama April tahun ini, kata dia, masih meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Bayu menjelaskan ada fundamental kuat dalam menerapkan kebijakan tersebut yakni di Malaysia dan Singapura memiliki kapasitas pabrik pengolahan kakao sebesar 480.000 ton per tahun.
Kedua negara itu, kata dia, mengambil biji kakao asal Indonesia. Selain itu, Singapura dan Malaysia menerapkan bea masuk biji kakao 0% dan menerapkan kakao olahan sangat tinggi.
Untuk membalas kebijakan negara tersebut, menurut Wamen-tan, maka Indonesia mengenakan bea keluar untuk mengerem pengapalan biji kakao, sehingga produk itu akan menjadi lebih mahal di luar negeri.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, volume ekspor kakao pada April turun 67,79% darisekitar 50.090 ton menjadi 16.133 ton.
Penurunan volume ini juga berdampak pada total nilai ekspor kakao dari US$148 juta menjadi US$53,6 juta, sehingga mencatat penurunan sebesar 63,79%.
Sepanjang Januari-April 2010, nilai ekspor kakao tercatat mencapai US$455 juta, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu, nilai ekspor US$338 juta.
Adapun dari segi volume, ekspor kakao sepanjang Januari-April 2010 tercatat sebesar
148.711 ton, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya 135.786 ton.
Tekanan ke petani
Sekjen Asosiasi Kakao Indonesia (Akindo) Zulhefi Sikumbang mengatakan berdasarkan hasil perjalanan ke Blangpidie, Aceh dalam rangka memberi seminar ke kelompok tani kakao dan kunjungan ke kebun petani, ternyata harga kakao di tingkat petani hanya Rpl6.000 per kg.
"Padahal, kalau tidak dikenakan bea keluar seharusnya padamarket saat ini, petani menerima harga Rp21.000 per kg," ujarnya.
Menurut dia, begitu berat tekanan yang diberikan kepada petani yang tidak berdaya menentukan harga.
Dia menuturkan dengan bea keluar secara persentase, maka industri, eksportir, dan pedagang menekan harga sampai 20%.
Hal itu terjadi, kata dia, karena ketidakpastian besaran bea kakao yang nilainya selalu berubah setiap bulan. "Kami tetap mengusulkan agar bea kakao dicabut." (sqnuUn.zuhri(3ibisnts.co.id)